Selasa, 21 Oktober 2008

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Abad ke-7 sampai dengan Abad ke-13

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Abad ke-7 sampai dengan Abad ke-13

I. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 dipengaruhi oleh munculnya agama baru yaitu agama Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad lahir pada tahun 570 Masehi, di kota Mekah, suatu tempat yang pada waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Berasal dari keluarga yang sederhana, Nabi Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu agama terbesar di dunia. Pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin besar yang tangguh dan efektif yang mempengaruhi dunia dalam hal pandangan hidup, peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kebangkitan Islam dengan pandangan hidup yang baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengalami penyebaran yang cepat dibawah kekhalifahan Bani Umayyah, dan kemudian Abbasiyah dari abad ke 6 hingga 15 M.. Pada zaman inilah abad kegelapan dan abad pertengahan barat berada, dan Kristen pada masa itu tersebar dipinggiran dunia Islam. Pandangan hidup Islam secara perlahan-lahan termanifestasikan kedalam kegiatan-kegiatan intelektual dan keilmuan. Sebagai hasilnya, dapat disaksikan ketika Muslim menaklukkan dan menguasai Spanyol dan daerah lain seperti Levant. Kawasan ini kemudian menjadi daerah yang paling cerah dan menjadi kehidupan kultural yang paling dinamis dalam peta kebudayaan Kristen di Barat.
Pada zaman kekhalifahan Bani Umayyah,Islam telah banyak mentransmisikan pemikiran Yunani. Hampir semua karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid,Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi. Ilmuwan Islam tidak hanya menerjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Artinya, ilmuwan Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketka peradaban Islam telah mencapai kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Disitu sains, filsafat dan kedokeeran Yunani diadopsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.
Ilmuwan Islam memberikan dasar yang kokoh dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 seperti ilmu kedokteran, kimia, filsafat, matematika, geografi, astronomi, dan lain-lain. Ilmuwan Islam dan bidang keilmuannya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Ilmuwan Islam dan Bidang Keilmuannya
Bidang Keilmuan
Nama Ilmuwan Islam
Kedokteran
Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu Sina, Ibnu Rushd, Ibn-Al Nafis, Ibn-Maiman
Kimia
Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Tughrai, Al-Iraqi
Filsafat
Al-Farabi, Al-Biruni, Al-Kindi, Al-Razi, Ibn Bajjah, Ibn Haitham, Ibn Maskawaih, Ibn Qayyim, Ibn Tufail
Matematika
Al-Khwarizmi
Geografi
Hisyam Al Kalbi, Musa Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, Ibn Khordadbeh, Al-Dinawari, Hamdani, Ali Al-Masudi, Ahmad Ibn Fadla, Ahmad Ibn Rustah, Al-Istakhar II, Ibnu Hawqal, Al-Idrisi, Al-Baghdadi, Abdul Lateef Mawaffaq
Astronomi
Nasaruddin at-Tusi, Al-Batanni, Ibn Al-Syatir, Al-Sufi, Al-Biruni, Ibnu Yunus, Al-Farghani, Al-Zarqali, Jabi Ibn Aflah
Sumber: Dari berbagai sumber

II. Sumbangan Ilmuwan Islam terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan Kedokteran, Kimia, danAstronomi pada Abad ke-7 sampai dengan Abad ke-13
Ilmuwan Islam memberikan sumbangan yang sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13. Pembahasan sumbangan ilmuwan Islam terhadap ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 dibatasi pada ilmu pengetahuan kedokteran, kimia, dan astronomi. Sumbangan-sumbangan yang telah diberikan terhadap ketiga ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sumbangan terhadap ilmu kedokteran
Ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang tengah berkembang pesat di Timur Tengah. Menurut Ezzat Abouleish, seperti halnya lmu-ilmu yang lain, perkembangan kedokteran Islam melalui tiga periode pasang-surut.
Periode pertama dimulai dengan gerakan penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada masa ini, sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan jujur menerjemahkan literatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa Arab
Buah pikiran para tabib di era Yunani Kuno secara gencar dialihbahasakan. Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti Abbasiyah mendorong para sarjana untuk berlomba-lomba menerjemahkan literatur penting ke dalam bahasa Arab. Khalifah menawarkan bayaran yang sangat tinggi, berupa emas, bagi para sarjana yang bersedia untuk menerjemahkan karya-karya kuno.
Sejumlah sarjana terkemuka ikut ambil bagian dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat sejumlah tokoh seperti, Jurjis Ibn-Bakhtisliu, Yuhanna Ibn Masawaya, serta Hunain Ibn Ishak ikut menerjemahkan literatur kuno. Selain melibatkan sarjana-sarjana Islam, tak sedikit pula dari para penerjemahan itu yang beragama Kristen. Mereka diperlakukan secara terhormat oleh penguasa Muslim.
Proses transfer ilmu kedokteran yang berlangsung pada abad ke-7 dan ke-8 M membuahkan hasil. Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru.
Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. “Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran,'' papar Ezzat Abouleish.
Sekolah kedokteran pertama yang dibangun umat Islam sekolah Jindi Shapur. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan sistematik. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Pemilik nama lengkap Abu-Bakr Mohammaed Ibn-Zakaria Al-Razi itu adalah dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Salah satu buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul 'Al-Mansuri' (Liber Al-Mansofis).
Ia menyoroti tiga aspek penting dalam kedokteran, antara lain; kesehatan publik, pengobatan preventif, dan perawatan penyakit khusus. Bukunya yang lain berjudul 'Al-Murshid'. Dalam buku itu, Al-Razi mengupas tentang pengobatan berbagai penyakit. Buku lainnya adalah 'Al-Hawi'. Buku yang terdiri dari 22 volume itu menjadi salah satu rujukan sekolah kedokteran di Paris. Dia juga menulis tentang pengobatan cacar air.
Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagian besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran dan khususnya masalah bedah.
Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk menggantikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Dokter Muslim yang juga sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah satu kitab kedokteran fenomenal yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku itu berisi ramngkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas praktek-praktek kedokteran.
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salahsatunya yang tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.
Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol; Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.
Setelah abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami masa stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami kemunduran, seiring runtuhnya era kejayaan Islam di abad pertengahan.
b. Sumbangan terhadap ilmu kimia
Tak salah bila dunia mengangkatnya sebagai bapak kimia modern. Ahli kimia Islam terkemuka di era kekhalifahan yang dikenal di dunia Barat dengan panggilan Geber itu memang sangat fenomenal. Betapa tidak, 10 abad sebelum ahli kimia Barat bernama John Dalton (1766-1844 M) mencetuskan teori molekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M) telah menemukannya di abad ke-8 M.
Hebatnya lagi, penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad itu ternyata hingga kini masih tetap dijadikan rujukan. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu kimia sungguh tak ternilai harganya. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli farmasi itu dinobatkan sebagai renaissance man (manusia yang mencerahkan).
Tanpa kontribusinya, boleh jadi ilmu kimia tak berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern sungguh telah berutang budi kepada Jabir yang dikenal sebagai seorang sufi itu. Jabir telah menorehkan sederet karyanya dalam 200 kitab. Sebanyak 80 kitab yang ditulisnya itu mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian yang terbilang amat prestisius.
Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Keberhasilan penting lainnya yang dicapai Jabir adalah kemampuannya mengaplikasikan pengetahuan mengenai kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Ternyata, Jabir jugalah yang kali pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.
Jabir pula yang pertama kali mencatat tentang pemanasan anggur akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.
Selain itu, Jabir pun berhasil menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Apa yang dihasilkannya itu merupakan teknik-teknik kimia modern.
c. Sumbangan terhadap ilmu astronomi
Geliat perkembangan astronomi di dunia Islam diawali dengan penerjemahan secara besar-besaran karya-karya astronomi dari Yunani serta India ke dalam bahasa Arab. Salah satu yang diterjemahkan adalah karya Ptolomeus yang termasyhur, Almagest. Berpusat di Baghdad, budaya keilmuan di dunia Islam pun tumbuh pesat.
Sejumlah, ahli astronomi Islam pun bermunculan, Nasiruddin at-Tusi berhasil memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, ahli matematika dan astronomi Al-Khawarizmi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana.
Ahli astronomi lainnya, seperti Al-Batanni banyak mengoreksi perhitungan Ptolomeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan dan menghitung secara lebih akurat sudut lintasan matahari terhadap bumi, perhitungan yang sangat akurat mengenai lamanya setahun matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Astronom Islam juga merevisi orbit bulan dan planet-planet. Al-Battani mengusulkan teori baru untuk menentukan kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia juga berhasil mengubah sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam) menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.
Buku fenomenal karya Al-Battani pun diterjemahkan Barat. Buku 'De Scienta Stelarum De Numeris Stellarum' itu kini masih disimpan di Vatikan. Tokoh-tokoh astronomi Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler dan Peubach tak mungkin mencapai sukses tanpa jasa Al-Batani. Copernicus dalam bukunya 'De Revoltionibus Orbium Clestium' mengaku berutang budi pada Al-Battani.
Dunia astronomi juga tak bisa lepas dari bidang optik. Melalui bukunya Mizan Al-Hikmah, Al Haitham mengupas kerapatan atmosfer. Ia mengembangkan teori mengenai hubungan antara kerapatan atmofser dan ketinggiannya. Hasil penelitiannya menyimpulkan ketinggian atmosfir akan homogen di ketinggian lima puluh mil.
Teori yang dikemukakan Ibn Al-Syatir tentang bumi mengelilingi matahari telah menginspirasi Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap pengikut setan. Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus, secara resmi dikucilkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertobat, namun dia menolak.
Menurut para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang dipelajarinya menjadi faktor berkembangnya astronomi Islam. Selain itu, begitu banyak teks karya-karya ahli astronomi yang menggunakan bahasa Yunani Kuno, dan Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab selama abad kesembilan. Proses ini dipertinggi dengan toleransi terhadap sarjana dari agama lain. Sayang, dominasi itu tak bisa dipertahankan umat Islam.

III. Penutup
Dari uraian diatas terlihat bahwa peranan ilmuwan Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar Hal ini terlihat dari banyak bermunculannya ilmuwan Islam di berbagai bidang keilmuwan. Masing-masing ilmuwan Islam memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya.
Di bidang kedokteran, salah satu ilmuwan Islam yang terkenal adalah Al-Zahrawi. Al-Zahrawi adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk mengentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Jabir Ibnu Hayyan adalah ilmuwan Islam yang dianggap sebagai bapak kimia modern. Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Ilmuwan Islam juga berperan dalam pengembangan ilmu astronomi. Sejumlah, ahli astronomi Islam bermunculan, Nasiruddin at-Tusi berhasil memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, ahli matematika dan astronomi Al-Khawarizmi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana.

Daftar Pustaka
Ahmed Shabir, Muntaqim Abdul Anas, dan Sattar Abdul (1999), Islam dan Ilmu Pengetahuan, Al-Izzah, Bangil
Hart H. Michael (2005), 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Karisma Publishing Group, Batam
Hart H. Michael (2005), 100 Ilmuwan Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Karisma Publishing Group, Batam
http://www.kebunhikmah.com/article-detail.php?artid=333
http://osdir.com/ml/culture.region.indonesia.ppi-india/2005-03/msg01258.html
http://hbis.wordpress.com/2007/11/23/perkembangan-islam-pada-abad-petengahan/
http://masjid.phpbb24.com/forum/viewtopic.php?t=63
http://www.answering-islam.org/Bahasa/FAQ/kekristenan_islam_dan_ilmu.html
http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=78&Itemid=47
http://netsains.com/2007/07/sains-teknologi-dan-peradaban-bangsa/
http://www.harian-aceh.com/index.php?/Opini/islam-ilmu-dan-kebangkitannya.html

Hakikat dan Contoh Kebenaran

Hakikat dan Contoh Kebenaran

I. Pendahuluan
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.
William P. Tolley dalam bukunya yang berjudul Preface To Philosophy A Tex Book, mengemukakan bahwa "our question are endless: what is a man, what is a nature, what is a justice, what is a god? Berbeda dengan hewan, manusia sangat concern mengenai asal mulanya, akhirnya, maksud dan tujuannya, makna dan hakikat kenyataan. Mungkin saja ia adalah anggota marga satwa, namun ia juga adalah warga dunia yang memiliki ide dan nilai.
Dengan menempatkan manusia sebagai hewan yang berpikir, berintelektual dan berbudaya, maka dapat disadari kemudian bila pada kenyataannya manusialah yang memiliki kemampuan untuk menelusuri keadaan dirinya dan lingkungannya. Manusialah yang membiarkan pikirannya mengembara dan akhirnya bertanya. Berpikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah mencari kebenaran; mencari jawaban tentang alam dan Tuhan adalah mencari kebenaran tentang alam dan Tuhan.
Hidup manusia adalah mencari kebenaran. Plato pernah menanyakan “Apakah kebenaran itu? Pada waktu yang lain, Bradley menjawab, “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran. Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari ketidakbenaran (Syafi’I, 1995)
Makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan (Wilardo, 1985). Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian, pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran, sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran (Daldjoeni, 1985).
Selaras dengan hal tersebut, Poedjawiyatna (1987) mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan dengan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini dipegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden, dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat di luar jangkauan manusia.

II. Teori Kebenaran
Beberapa teori telah dilahirkan untuk mencoba mendekati arti dari kebenaran. Beberapa teori itu adalah teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi atau konsistensi, teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran performatif, dan teori kebenaran konsensus.
a. Teori Kebenaran Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi pertama kali dipelopori oleh Bertrand Russell (1872-1970), merupakan teori yang tertua, populer, dan mungkin teori kebenaran yang paling alamiah. Teori ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme dan materialisme. Pandangannya bahwa realitas itu independen, tidak tergantung dari suatu pemikiran (realisme) dan kebenaran adalah objektif yang wujudnya tidak tergantung pada kesadaran manusia (materialisme).
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.
Gejala-gejala alamiah, menurut kaum empiris, adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat panca indera manusia. Gejala itu bila ditelaah mempunyai beberapa karakteristik tertentu. Logam bila dipanaskan akan memuai. Air akan mengalir ke tempat yang rendah. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lain dan berbedanya objek yang dapat ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap indera dan organ-organ tertentu menyebabkan kelemahan ilmu empiris.
Ilmu pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan kebenaran yang hakiki dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penyusunan pengetahuan secara empiris cenderung menjadi suatu kumpulan fakta yang belum tentu bersifat konsisten, dan mungkin saja bersifat kontradiktif. Adanya kecenderungan untuk mengistimewakan ilmu eksakta sebagai ilmu empiris untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi manusia tidak selalu tepat. Pengistimewaan pengetahuan empiris secara kultural membuat manusia modern seperti pabrik. Semua cabang kebudayaan yang terbentuk menjadi produksi yang bersifat massal.
Keberhasilan ilmu eksakta yang berdasarkan empirisme dalam mengembangkan teknologi ketika berhadapan dengan ”kegagalan” ilmu-ilmu human dalam menjawab masalah manusia, membawa dampak buruk terhadap kedudukan dan pengembangan ilmu-ilmu human. Analisis filsafat tentang kenyataan ini harus ditempatkan secara proporsional, karena merupakan suatu usaha ilmiah untuk membantu manusia mengungkap misteri kehidupannya secara utuh.
b. Teori Kebenaran Koherensi atau Konsistensi
Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori korespondensi. Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya. Teori koherensi ini berkembang dengan baik pada abad 19 dibawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh pengikut mazhab idealisme. Pandangan idealisme menyatakan bahwa objek pengetahuan tidaklah berwujud terlepas dari kesadaran tentang objek tersebut (subjektivisme).
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika.
Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas.
Pengetahuan rasional yang berdasarkan logika tidak hanya terbatas pada kepekaan indera tertentu dan tidak hanya tertuju pada objek-objek tertentu. Gagasan rasionalistis dan positivistis cenderung untuk menyisihkan seluruh pemahaman yang didapat secara refleksi. Pemikiran rasional cenderung bersifat solifistik dan subyektif. Adanya keterkaitan antara materi dengan non materi, dunia fisik dan non fisik ditolak secara logika. Apabila kerangka ini digunakan secara luas dan tak terbatas, maka manusia akan kehilangan cita rasa batiniahnya yang berfungsi pokok untuk menumbuhkan apa yang didambakan seluruh umat manusia yaitu kebahagiaan.
c. Teori Kebenaran Pragmatis
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis (Jujun, 1990:57).
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurut teori ini, proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia. Manusia dengan segala segi dan kerumitan hidupnya merupakan titik temu berbagai disiplin ilmu. Hidup manusia seutuhnya merupakan objek paling kaya dan paling padat. Ilmu pengetahuan seyogyanya bisa melayani keperluan dan keselamatan manusia. Pertanyaan-pertanyaan manusia mengenai dirinya sendiri, tujuan-tujuannya dan cara-cara pengembangannya ternyata belum dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan yang materialis-pragmatis tanpa referensi kepada nilai-nilai moralitas.
Aksiologi ilmu pengetahuan modern yang dibingkai semangat pragmatis-materialis ini telah menyebabkan berbagai krisis lingkungan hidup, mulai dari efek rumah kaca akibat akumulasi berlebihan CO2, pecahnya lapisan ozon akibat penggunaan freon berlebihan, penyakit minimata akibat limbah methylmercury hingga bahaya nuklir akibat persaingan kekuasaan antar negara. Ketiadaan nilai dalam ilmu pengetahuan modern yang menjadikan sains untuk sains, bahkan sains adalah segalanya, telah mengakibatkan krisis lingkungan dan kemanusiaan. Krisis lingkungan dan kemanusiaan, mulai dari genetic engineering hingga foules solitaire (kesepian dalam keramaian, penderitaan dalam kemelimpahan). Manusia telah tercabut dari aspek-aspek utuhnya, cinta, kehangatan, kekerabatan, dan ketenangan. Kedua krisis global ini telah menghantui sebagian besar lingkungan dan masyarakat modern yang materialis-pragmatis.
d. Teori Kebenaran Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
e. Teori Kebenaran Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori.
Pengalihkesetiaan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah.
Dalam ilmu astronomi, keunggulan kuantitatif tabel-tabel Rudolphine dan Keppler dibandingkan yang hitungan manual Ptolomeus merupakan faktor utama dalam konversi para astronom kepada Copernicanisme. Dalam fisika modern, teori relativitas umum Einsten mendapat ejekan karena ruang itu tidak mungkin melengkung. Untuk membuat transisi kepada alam semesta Einstein, seluruh konsep ruang, waktu, materi, gaya, dan sebagainya harus diubah dan di reposisi ulang. Hanya orang-orang yang bersama-sama menjalani atau gagal menjalani transformasi akan bisa menemukan dengan tepat apa yang mereka sepakati dan apa yang tidak.

III. Contoh Kebenaran
Contoh kebenaran dapat terlihat pada masing-masing teori kebenaran. Contoh kebenaran adalah sebagai berikut:
a. Contoh Kebenaran pada Teori Kebenaran Korespondensi
Contoh kebenaran pada teori kebenaran korespondensi adalah:
1. Jika seseorang mengatakan bahwa, “IPB berada di kota Bogor,” maka pernyataan tersebut adalah benar, sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni Bogor, memang kota dimana IPB berada. Apabila ada orang lain yang menyatakan bahwa “IPB berada di kota Medan,” maka pernyataan itu adalah tidak benar, sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini, maka secara faktual, “IPB bukan berada di kota Medan, melainkan Bogor.”
2. Seseorang mengatakan, “Wah lagi hujan nih!”. Perkataan bisa jadi benar, jika perkataan itu berhubungan dengan realitasnya. Tapi terkadang maksud perkataan lebih kepada sindiran, godaan atau yang bersifat menyesatkan. Sehingga secara semantik, pernyataan ini dapat menjadi benar atau salah
b. Contoh Kebenaran pada Teori Kebenaran Koherensi atau Konsistensi
Contoh kebenaran pada teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah:
1. Semua manusia akan mati. Fulan adalah seorang manusia. Fulan pasti akan mati.
2. Seluruh mahasiswa IPB harus mengikuti kegiatan Ospek. Ahmad adalah mahasiswa IPB. Ahmad harus mengikuti kegiatan Ospek.
c. Contoh Kebenaran pada Teori Kebenaran Pragmatis
Contoh kebenaran pada teori kebenaran pragmatis adalah:
1. Kemacetan jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang ditumpangi oleh satu orang. Maka penyelesaiannya “Mewajibkan jalan pribadi ditumpangi oleh tiga orang atau lebih”. Ide tadi benar apabila ide tersebut berguna dan berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
2. Ada orang yang menyatakan sebuah teori A dalam komunikasi, dan dengan teori A tersebut dikembangkan teknik B dalam meningkatkan efektivitas komunikasi, maka teori A itu dianggap benar, sebab teori A ini adalah fungsional atau mempunyai kegunaan.
d. Contoh Kebenaran pada Teori Kebenaran Performatif
Contoh kebenaran pada teori kebenaran performatif adalah:
1. Pada saat saya berkata,”Memang benar bahwa Bandung Indah Plaza terletak di Jalan Merdeka”. Saya melakukan suatu tindakan yang memberikan kebebasan pada pendengar dari ucapan saya untuk percaya bahwa Bandung Indah Plaza terletak di Jalan Merdeka.
2. Pada saat saya berjanji untuk memberi adik saya lima ribu rupiah, saya tidak membuat suatu tuntutan mengenai pernyataan yang dikatakan dengan, “saya akan memberimu lima ribu rupiah”. Tetapi, saya melakukan tindakan dari ‘menjanjikan sesuatu’.
e. Contoh Kebenaran pada Teori Kebenaran Konsensus
Contoh kebenaran pada teori kebenaran konsensus adalah:
1. Dalam ilmu astronomi, keunggulan kuantitatif tabel-tabel Rudolphine dan Keppler dibandingkan dengan hitungan manual Ptolomeus merupakan faktor utama dalam konversi para astronom kepada Copernicanisme.
2. Untuk membuat transisi kepada alam semesta Einstein, seluruh konsep ruang, waktu, materi, gaya, dan sebagainya harus diubah dan di reposisi ulang.

IV. Pandangan Islam tentang Kebenaran
Berbagai kalangan mengatakan bahwa teori korespondensi adalah pemahaman yang tepat terhadap kebenaran. Korespondensi berarti hubungan (antara subjek dengan objek). Kesesuaian subjek dan objeklah yang dikatakan sebuah kebenaran. Hal ini seperti yang di katakan oleh syaikh taqqiudin An–Nabbani bahwa berfikir tentang kebenaran tidak berbeda dengan berfikir dengan yang lain. Kebenaran adalah kesesuaian antara pemikiran dan fakta. Berfikir tentang kebenaran adalah menjadikan keputusan yang telah dikeluarkan akan sesuai dengan fakta yang telah ditranfer ke dalam otak melalui alat indera. Kesesuaian inilah yang akan menjadikan makna yang ditunjukan oleh pemikiran sebagai suatu kebenaran. Pemikiran tersebut harus sesuai dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hubungan antara objek dan subjek adalah kebenaran itu sendiri. Akan tetapi, jika ada hubungan yang tumpang tindih atau ganda bukan berarti menghilangkan kebenaran awal. Kebenaran dalam islam adalah ketika menggunakan/ menentukan sesuatu dengan berfikir secara rasional atau berpikir Al-Qur’an. Berpikir yang benar adalah berpikir yang sesuai dengan dalil (bukti). Banyak nash Al-Qur’an yang menjelaskan tentang seharusnya kita melihat bukti - bukti sebagai objek berfikir dan diyakini oleh sebuah konsep ideal subjek yang harus di buktikan realitasnya. Biasanya di sebut Aqidah Rasional bagi manusia.
Allah berfirman yg artinya:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? ( TQS. Ath – Thariq [86] : 5)”
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan (AL Ghosyiyyah [88]: 17)
Masih banyak lagi dalil Al-Qur’an yang senada dengan ini, untuk menunjukkan bahwa manusia harus berfikir dengan menjadikan realitas (fakta) sebagai objek yang harus di sesuaikan dengan konsep ideal. Untuk memandang tentang pengetahuan awal di dunia ini Allah telah berfirman:
"Allah telah mengajarkan (memberi informasi) kepada Adam nama-nama benda seluruhnya, kemudian Allah mengemukakannya kepada malaikat lalu berfirman,”Sebutkan kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu orang yang benar! Mereka menjawab, “ Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui kecuali apa yang engkau ajarkan kepada kami”. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Allah berfirman, “Hai anak Adam, beritahukan kepada mereka nama benda – benda itu!” Maka setelah Adam menjelaskan kepada meraka nama-nama benda itu, Allah berfirman,”Bukankah sudah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit serta mengetahui apa saja yang kamu tampakkan dan apa saja yang kamu sembunyikan." (QS. Al–Baqarah [2]: 31 -33).
Daftar Pustaka

Awing, A.C. (1951), The Fundamental Questions of Philosophy, Routledge and Kegan Paul, London.
Bakker, Anton dan Achmad Chairis Zubair. (1994), Pustaka Filsafat: Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Jakarta.
Burhanuddin Salam (1995), Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, cet. iii, Jakarta.
Butler, J. Donald (1951), Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion, Horper and Brothers, New York.
Harun Hadiwijono (1980), Sari Sejarah Filsafat Barat II, Kanisius,Yogyakarta.
Iman, M. Shohibul (1996), Mencari Jalan Menuju Islamisasi IPTEK, Seminar Islamisasi IPTEK. Bogor.
Inu kencana Syafi’I (1995), Filsafat kehidupan (Prakata), Bumi Aksara, Jakarta.
I.R. Poedjawijatna (1987), Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Bina Aksara, Jakarta.
Jujun S. Sumiasumantri (1985), Ilmu dalam Prespektif, Gramedia, cet. 6, Jakarta.
Kneller, George F. (1984), Movement of Thought in Modern Education, John Witey and Sound, New York
Koento Wibisono (1982), Arti Perkemabangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada University Press, cet. ke 2, Yogyakarta.
Kuhn, Thomas S.(1993), Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Rapar, Jan Hendrik (1996), Pengantar Filsafat, Kanisius, Yogyakarta.
Suriasumantri, Jujun S. (1998), Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, cetakan ke-11, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.