Memasuki era otonomi daerah sekarang ini intensitas persaingan antarwilayah (Interregional Competition) semakin tinggi. Hal ini juga merupakan fenomena yang akan menjadi ciri utama dinamika perekonomian abad ke-21. Eksistensi suatu wilayah pada saat ini akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menciptakan basis-basis keunggulan dalam persaingan ekonomi antarwilayah.
Untuk meningkatkan keunggulan daya saingnya wilayah-wilayah tersebut berusaha untuk meningkatkan aksesibilitasnya terhadap teknologi yang diyakini sebagai motor utama terciptanya daya saing. Upaya ini menuntut adanya suatu perubahan paradigma dalam membangun suatu wilayah, sehingga muncul pendekatan baru yang disebut technology –based regional development[1] (Pengembangan Wilayah Berbasis Teknologi).
Perubahan paradigma tersebut berkaitan dengan tantangan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal perubahan besar yang dihadapi adalah bergulirnya desentralisasi kewenangan dari pusat ke daerah. Dengan kewenangan yang lebih besar berada pada pemerintah daerah diharapkan pendekatan ini menghasilkan pola pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakteristik sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi yang dimiliki, sehingga pengembangan wilayah dapat berlangsung dalam situasi persaingan yang sehat.
Namun demikian, meskipun sudah mendapat kewenangan yang cukup luas dalam membangun wilayahnya sendiri diperkirakan masih banyak kabupaten/kota yang belum mampu merumuskan visi, misi, strategi, kebijakan, maupun program yang akan ditempuh untuk meningkatkan daya saingnya, baik dalam percaturan persaingan domestik maupun global. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi maka cepat atau lambat akan banyak kabupaten/kota yang terancam ‘tenggelam’ di dalam ketidakberdayaan.
Untuk mengembangkan konsep daya saing wilayah yang berbasis teknologi, maka perlu dilakukan kajian-kajian yang mampu memadukan antara konsep daya saing secara umum dengan manajemen teknologi. Dari paduan kedua konsep tersebut selanjutnya dapat dirumuskan indikator-indikator daya saing wilayah ditinjau dari perspektif teknologi.
Dengan melakukan pengumpulan dan pengolahan data, kemudian dapat dihasilkan suatu indeks daya saing wilayah yang berguna untuk:
· Membuat peta daya saing wilayah kabupaten dan kota ditinjau dari perspektif teknologi yang akan menjadi masukan berharga bagi studi/kajian lain dalam memilih lokasi kegiatan.
· Sebagai indikasi awal bagi kajian lain di bidang teknologi.
· Dapat menjadi bahan acuan sekaligus evaluasi bagi pembuatan kebijakan di bidang kebijakan teknologi baik makro maupun mikro.
Cakupan Wilayah dan Fokus Kajian
Wilayah kajian mencakup 119 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali, dengan perincian 90 kabupaten dan 29 kota. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi BPPT sebagai lembaga pengkajian dan penerapan teknologi, maka fokus kajian adalah daya saing wilayah dalam perspektif teknologi.
Metodologi
Metode kajian menggunakan metode desk research, yaitu mengumpulkan referensi/literatur yang relevan dengan tujuan penelitian yang diformulasikan menjadi tinjauan literatur. Selanjutnya dengan melakukan analisis data yang dikumpulkan dari wilayah kajian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis faktor (Factor Analysis). Hasil analisis faktor inilah yang digunakan sebagai dasar untuk membuat pemeringkatan daerah menurut daya saing wilayah dalam perspektif teknologi.
Pengembangan Konsep dan Pengukuran Daya Saing dalam Perspektif Teknologi
Pengembangan Konsep daya saing pada level wilayah memang merupakan hal yang sulit, mengingat belum banyak studi yang secara eksplisit dan spesifik mengkaji tentang daya saing wilayah di dalam suatu negara. Yang lebih dikenal dan banyak dipublikasikan selama ini adalah daya saing pada level negara atau global. Namun demikian telah ada beberapa studi yang mencoba menggali faktor-faktor penting peningkatan daya saing wilayah seperti: Daya saing daerah versi UK-DTI (Departemen Perdagangan dan Industri Inggris) ‘Regional Competitiveness Indicators’ yang dalam laporannya menyatakan “Kemampuan suatu wilayah (dalam konteks kawasan) dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional”; Saka Sakti (Satu Kabupaten Satu Kompetensi Inti) (Martani, 2000); Daya Saing Daerah versi Bank Indonesia (2001) menyatakan “Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional”; Daya Saing Daerah versi CURDS (Centre for Urban and Regional Studies, Inggris): menyatakan bahwa daya saing suatu daerah adalah kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.
Konsep-konsep tersebut di atas memperlihatkan sudut pandang atau perspektif yang digunakan masih bersifat umum, artinya sebagian menggunakan konsep nasional kemudian digunakan atau diadopsi pada level daerah/wilayah, sebagian yang lain mengkhususkan pada aspek tertentu yang dianggap menjadi faktor utama dalam penciptaan keunggulan daya saing daerah.
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu tugas BPPT adalah menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi motor utama dalam peningkatan daya saing, dalam konteks peningkatan produktivitas. Untuk itu penelitian ini penting untuk mengembangkan konsep bagaimana teknologi berperan dalam pengembangan wilayah. Penjabaran konsep daya saing dalam perspektif teknologi dilakukan dengan melakukan identifikasi indikator-indikator yang menentukan daya saing suatu wilayah. Hasil dari kajian ini menunjukkan terdapat dua kelompok indikator utama yang mempengaruhi daya saing wilayah dalam perspektif teknologi, yaitu kemampuan teknologi dan iklim teknologi.
[1] Lihat dalam Alkadri, dkk, 2001, “Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah” (Ed. Revisi), P2KTPW –BPPT, Jakarta.
Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul setelah dilakukan validasi kemudian diolah menggunakan metoda analisis faktor pada masing-masing kelompok indikator. Metoda analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menstrukturkan data. Penstrukturan data tersebut dilakukan dengan cara mengelompokkan data asli berdasarkan keeratan hubungan masing-masing variabelnya dalam kelompok yang sama. Keeratan hubungan tersebut didasarkan pada korelasi antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Tujuannya analisis faktor ini adalah mereduksi (mengurangi) jumlah observasi yang banyak dengan cara mengelompokkan observasi berdasarkan kesamaan informasi variabel yang dikandung oleh observasi tersebut. Selain itu juga mereduksi perbedaan satuan pengukuran antarvariabel. Hasil akhir dari analisis ini adalah urutan dari observasi yang memiliki nilai tertinggi sampai terendah. Sebuah observasi memiliki nilai tertinggi dianggap lebih banyak memiliki informasi di dalam variabel-variabelnya, dibandingkan dengan observasi lainnya.
Metode analisis faktor juga berfungsi untuk menghilangkan pengulangan dari sekumpulan variabel yang saling berkorelasi dengan menunjukkan atau mengganti variabel-variabel tersebut dengan sekumpulan variabel yang lebih kecil yang dihasilkan. Sekumpulan variabel yang lebih kecil tersebut disebut sebagai faktor.
Selanjutnya diperoleh hasil nilai loading factor yang dipakai untuk menentukan indeks atau peta peringkat daya saing antar kabupaten/kota. Peta peringkat ini memperlihatkan posisi daya saing suatu daerah relatif terhadap daerah lainnya, berdasarkan dua kelompok indikator utama dengan variabel-variabel pembentuknya.
Untuk memperoleh indkator daya saing wilayah secara keseluruhan adalah dengan menjumlah nilai dari masing-masing loading factor dibagi 2, dengan asumsi bahwa bobot dari kedua indikator utama adalah sama besar.
Dengan demikian akan diperoleh peta peringkat daya saing wilayah dalam perspektif teknologi untuk kabupaten dan kota se Jawa-Bali, berupa peta peringkat daya saing wilayah secara keseluruhan dan peta peringkat daya saing wilayah dari masing-masing kelompok indikator utama.
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan pemeringkatan daya saing wilayah dalam perspektif teknologi ini dapat dilihat dari dua hal: Pertama, akan dibahas pemeringkatan secara keseluruhan; Kedua, pemeringkatan setiap provinsi.
Pemeringkatan Keseluruhan (119 kab/kota)Dari 119 kabupaten/kota yang dikaji, secara umum rata-rata indeks daya saing kota lebih tinggi daripada kabupaten. Hal ini juga ditunjukkan oleh masing-masing indeks kemampuan teknologi maupun indeks iklim teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar