Mutu mempunyai pengertian yang luas, tergantung pada siapa yang mendefi- nisikannya. Banyak ahli mutu mendefinisikannya dalam pandangan yang berbeda. Latar belakang dan apa yang telah dikerjakannya dalam hal mutu seringkali menentukan definisi mereka.
Mutu sering didefinisikan sebagai “memuaskan pelanggan dengan memperte- mukan secara penuh keinginan-keinginan dan harapan-harapan mereka”.
Aspek-aspek yang diliput adalah kinerja (performance), wujud (appearance), ketersediaan (availability), pengiriman (delivery), keterhandalan (reliability), keterpeliharaan (maintainability), efektivitas biaya (cost effectiveness) dan harga (price). Dengan demikian, penting sekali organisasi mengetahui apakah yang menjadi keinginan-keinginan dan harapan-harapan tersebut.
Peningkatan mutu dimulai dengan penelitian pasar, membangun persyaratan- persyaratan yang benar untuk produk dan pelayanan serta kebutuhan-kebutuhan yang benar dari pelanggan. Agar menjadi benar-benar efektif untuk sebuah organisasi, maka peningkatan mutu harus menjangkau semua fungsi, semua orang, semua departemen dan semua aktivitas. Kerjasama semua orang yang terkait adalah perlu untuk mencapai total quality organisasi, dalam pandangan yang sama Jepang mencapai hal ini melalui company-wide quality control (CWQC).
Ho dalam bukunya yang berjudul TQM an Integrated Approach (1995) telah mengidentifikasi beberapa definisi mutu yang populer, antara lain:
Quality is conformance to requirement (Crosby, 1979)
Quality is fitness for use (Juran, 1988)
Quality is the totality of features and characteristics of product or service that bears on its ability to meet a stated or implied need (ISO, 1994)
Quality is customer satisfaction (Japanese Companies)
Pandangan yang sejalan dengan definisi-definisi mutu tersebut telah dikemukakan oleh Sinha dan Wilborn (1985) sebagai berikut:
Mutu adalah apa yang dipikirkan, yang dirasakan dan dialami oleh seseorang.
Mutu juga bisa diartikan sebagai “keunggulan”, yang lebih baik dibandingkan suatu standar minimal.
Di dalam bisnis, mutu diekspresikan sebagai standar-standar spesifik yang kinerja (performance) dan kesesuaian (conformance) aktualnya dapat diukur.
Mutu juga merupakan suatu ekspresi manusia yang menyumbang atau mem- perbesar dalam menghasilkan. Mutu adalah suatu keseluruhan atribut-atribut dan karakteristik-karakteristik suatu produk atau pelayanan yang dispesifika- sikan, ditetapkan dan diharapkan.
Dari pengertian-pengertian mutu tersebut dapat disimpulkan bahwa mutu dapat diartikan sebagai suatu karakteristik-karakteristik produk atau layanan yang diran- cang untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan nyata pada kondisi-kondisi spesifik.
Sinha dan Wilborn (1998) juga mengemukakan bahwa dalam dunia usaha ada dua pihak utama yang berkepentingan terhadap mutu yaitu produsen dan pelanggan. Namun demikian kesamaan bahasa dalam pendefinisian mutu adalah sangat penting, karena mutu harus dapat diwujudkan secara nyata dan harus dapat diukur. Gambar II.2 menunjukkan alur penentuan mutu oleh produsen dan pelanggan. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pelanggan mengukur mutu dari sudut pandang kepuasan atau ketidakpuasan. Mutu berkaitan dengan seluruh dimensi produk dan pelayanan, yaitu perancangan, produksi dan pengukuran prestasi. Mutu mempunyai nilai yang tidak hanya dalam istilah “fitness for intendeduse” (kecocokan terhadap keinginan) tetapi juga dalam pasar, dimana mutu diekspresikan sebagai harga.
Montgomery (1991) membagi mutu dalam dua segi secara umum, yaitu mutu rancangan (quality of design) dan mutu kecocokan (quality of conformance). Banyak barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat mutu, yang dirancang dengan sengaja. Perbedaan rancangan mutu meliputi jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh melalui pengembangan teknik mesin dan bagian-bagian penggerak, dan perlengkapan atau alat-alat lain. Ketepatan mutu dilihat dari seberapa tepat kesamaan produk yang dihasilkan dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu. Ketepatan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses, latihan dan pengawasan, tenaga kerja, jenis sistem jaminan mutu (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan sebagainya) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan mutu ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai mutu.
William J. Kolarik (1995) dalam bukunya yang berjudul “Creating Quality: Concepts, Systems, Strategies, and Tools” mengidentifikasikan berbagai macam komponen kualitas dilihat dari perspektif pelanggan, sebagaimana disajikan dalam Tabel II.1, yang diperoleh atas dasar survai yang dilakukan oleh American Socie- ty for Quality Control (ASQC) dan Gallup Organization terhadap lebih dari 3.000 pelanggan di Amerika Serikat, Jerman Barat, dan Jepang.
Untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan diperlukan pelaksanaan kendali mutu. Menurut Standar Industri Jepang (JIS) kendali mutu adalah suatu sistem yang bertujuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa secara ekonomis yang sesuai dengan keinginan pelanggan).
Sedangkan menurut Ishikawa (1987), melaksanakan kendali mutu adalah mengembangkan, mendesain, memproduksi dan memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan pelanggan. Tercapainya tujuan ini menuntut setiap orang di dalam perusahaan untuk berpartisipasi dalam kendali mutu. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagai- mana mengungkapkan mutu secara benar. Kebutuhan pelanggan tidak selalu dapat diungkapkan dalam bentuk yang mudah untuk diwujudkan oleh produsen. Interpretasi yang berbeda-beda selalu saja mungkin terjadi, dan jika interpretasinya berbeda maka metode produksinya juga menjadi bervariasi. Dengan demikian perlu adanya kesepakatan (antara pelanggan dan perusahaan) dalam mengungkapkan mutu yaitu dengan memperhatikan dimensi mutu.
Indikator-indikator mutu barang dan mutu jasa didefinisikan sama baiknya secara berbeda. Menurut Juran (1988) parameter mutu adalah; availability, reliability, maintainability, dan produce ability (manufacturability). Menurut Garvin (1987) (dalam Burrill dan Ledolter, 1999) dimensi mutu untuk barang-barang secara fisik meliputi kinerja (performance), ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), keandalan (reliability), kesesuaian dengan spesifikasi (conformance), daya tahan (durability), kemampulayanan (serviceability), estetika (aesthetics), dan persepsi terhadap mutu (perceived quality). Sedangkan menurut Parasuraman et al (1988) terdapat lima dimensi mutu jasa yaitu: wujud (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). Pakar lain, Gronroos (dalam Tjiptono, 1997) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai mutu jasa, yaitu outcome-related yang berupa professionalism and skills; process-related yang berupa attitudes and behaviour, accessibility and flexibility, reliability and trustworthiness, dan recovery; dan image-related criteria yang berupa reputation and credibility. Menurut Montgomery (1991) karakteristik mutu diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu; secara fisik (physical) seperti panjang, berat, tegangan, daya rekat (viscosity); secara sensor (sensory) seperti rasa, penampakan (appearance), warna; dan berkaitan dengan orientasi waktu (time orientation) seperti reliability, maintainability, serviceability.
Menurut Taguchi (dalam Campanella, 1999) terdapat 5 (lima) tipe karakteristik mutu, sebagai berikut:
1) Nominal-the-best, mencapai nilai target yang diinginkan dengan keragaman minimal.
2) Smaller-the-better, meminimalkan respon.
3) Larger-the-better, memaksimalkan respon.
4) Attribute, pengklasifikasian dan/atau penghitungan data.
5) Dynamic, ragam respon tergantung input.
Feigenbaum (1986) menyatakan bahwa mutu produk dan jasa secara langsung di- pengaruhi oleh sembilan bidang dasar, atau pada bidang yang dapat dianggap sebagai “9M”, yaitu: Market (pasar), Money (uang), Management (manajemen), Men (manusia), Motivation (motivasi), Material (bahan), Machines & Mecha- nization (mesin dan mekanisasi), Modern Information Methods (metode informasi modern), Mounting Product Requirement.
Memahami mutu adalah penting, karena masalah mutu seringkali dijumpai pada suatu organisasi. Yang merupakan masalah umum, yang seringkali terjadi pada semua sektor industri: Manufaktur, jasa, pelayanan umum, pendidikan dan la- tihan, dan sebagainya. Hakes (1991) (dalam Ho, 1995) mengemukakan bahwa semua guru mutu meyakini lebih dari 80% masalah mutu disebabkan oleh pihak manajemen dan kurang dari 20% disebabkan oleh pekerja. Dan pernyataan ini telah dikemukakan oleh Juran pada tahun 1945 (dalam Burrill dan Ledolter, 1999). Dikaitkan dengan Kaizen, maka mutu berkaitan dengan penyempurnaan di semua bidang. Masumasa Imaizumi (dalam Imai, 1991) menyatakan bahwa elemen dasar yang harus diatur dalam sebuah perusahaan adalah mutu (produk, jasa, dan pekerjaan), kuantitas, penyerahan (waktu), keamanan, biaya dan moral karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar