Selasa, 21 Oktober 2008

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Abad ke-7 sampai dengan Abad ke-13

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Abad ke-7 sampai dengan Abad ke-13

I. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 dipengaruhi oleh munculnya agama baru yaitu agama Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad lahir pada tahun 570 Masehi, di kota Mekah, suatu tempat yang pada waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Berasal dari keluarga yang sederhana, Nabi Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu agama terbesar di dunia. Pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin besar yang tangguh dan efektif yang mempengaruhi dunia dalam hal pandangan hidup, peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kebangkitan Islam dengan pandangan hidup yang baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengalami penyebaran yang cepat dibawah kekhalifahan Bani Umayyah, dan kemudian Abbasiyah dari abad ke 6 hingga 15 M.. Pada zaman inilah abad kegelapan dan abad pertengahan barat berada, dan Kristen pada masa itu tersebar dipinggiran dunia Islam. Pandangan hidup Islam secara perlahan-lahan termanifestasikan kedalam kegiatan-kegiatan intelektual dan keilmuan. Sebagai hasilnya, dapat disaksikan ketika Muslim menaklukkan dan menguasai Spanyol dan daerah lain seperti Levant. Kawasan ini kemudian menjadi daerah yang paling cerah dan menjadi kehidupan kultural yang paling dinamis dalam peta kebudayaan Kristen di Barat.
Pada zaman kekhalifahan Bani Umayyah,Islam telah banyak mentransmisikan pemikiran Yunani. Hampir semua karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid,Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi. Ilmuwan Islam tidak hanya menerjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Artinya, ilmuwan Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketka peradaban Islam telah mencapai kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Disitu sains, filsafat dan kedokeeran Yunani diadopsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.
Ilmuwan Islam memberikan dasar yang kokoh dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 seperti ilmu kedokteran, kimia, filsafat, matematika, geografi, astronomi, dan lain-lain. Ilmuwan Islam dan bidang keilmuannya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Ilmuwan Islam dan Bidang Keilmuannya
Bidang Keilmuan
Nama Ilmuwan Islam
Kedokteran
Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu Sina, Ibnu Rushd, Ibn-Al Nafis, Ibn-Maiman
Kimia
Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Tughrai, Al-Iraqi
Filsafat
Al-Farabi, Al-Biruni, Al-Kindi, Al-Razi, Ibn Bajjah, Ibn Haitham, Ibn Maskawaih, Ibn Qayyim, Ibn Tufail
Matematika
Al-Khwarizmi
Geografi
Hisyam Al Kalbi, Musa Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, Ibn Khordadbeh, Al-Dinawari, Hamdani, Ali Al-Masudi, Ahmad Ibn Fadla, Ahmad Ibn Rustah, Al-Istakhar II, Ibnu Hawqal, Al-Idrisi, Al-Baghdadi, Abdul Lateef Mawaffaq
Astronomi
Nasaruddin at-Tusi, Al-Batanni, Ibn Al-Syatir, Al-Sufi, Al-Biruni, Ibnu Yunus, Al-Farghani, Al-Zarqali, Jabi Ibn Aflah
Sumber: Dari berbagai sumber

II. Sumbangan Ilmuwan Islam terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan Kedokteran, Kimia, danAstronomi pada Abad ke-7 sampai dengan Abad ke-13
Ilmuwan Islam memberikan sumbangan yang sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13. Pembahasan sumbangan ilmuwan Islam terhadap ilmu pengetahuan pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 dibatasi pada ilmu pengetahuan kedokteran, kimia, dan astronomi. Sumbangan-sumbangan yang telah diberikan terhadap ketiga ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sumbangan terhadap ilmu kedokteran
Ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang tengah berkembang pesat di Timur Tengah. Menurut Ezzat Abouleish, seperti halnya lmu-ilmu yang lain, perkembangan kedokteran Islam melalui tiga periode pasang-surut.
Periode pertama dimulai dengan gerakan penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada masa ini, sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan jujur menerjemahkan literatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa Arab
Buah pikiran para tabib di era Yunani Kuno secara gencar dialihbahasakan. Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti Abbasiyah mendorong para sarjana untuk berlomba-lomba menerjemahkan literatur penting ke dalam bahasa Arab. Khalifah menawarkan bayaran yang sangat tinggi, berupa emas, bagi para sarjana yang bersedia untuk menerjemahkan karya-karya kuno.
Sejumlah sarjana terkemuka ikut ambil bagian dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat sejumlah tokoh seperti, Jurjis Ibn-Bakhtisliu, Yuhanna Ibn Masawaya, serta Hunain Ibn Ishak ikut menerjemahkan literatur kuno. Selain melibatkan sarjana-sarjana Islam, tak sedikit pula dari para penerjemahan itu yang beragama Kristen. Mereka diperlakukan secara terhormat oleh penguasa Muslim.
Proses transfer ilmu kedokteran yang berlangsung pada abad ke-7 dan ke-8 M membuahkan hasil. Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru.
Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. “Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran,'' papar Ezzat Abouleish.
Sekolah kedokteran pertama yang dibangun umat Islam sekolah Jindi Shapur. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan sistematik. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Pemilik nama lengkap Abu-Bakr Mohammaed Ibn-Zakaria Al-Razi itu adalah dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Salah satu buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul 'Al-Mansuri' (Liber Al-Mansofis).
Ia menyoroti tiga aspek penting dalam kedokteran, antara lain; kesehatan publik, pengobatan preventif, dan perawatan penyakit khusus. Bukunya yang lain berjudul 'Al-Murshid'. Dalam buku itu, Al-Razi mengupas tentang pengobatan berbagai penyakit. Buku lainnya adalah 'Al-Hawi'. Buku yang terdiri dari 22 volume itu menjadi salah satu rujukan sekolah kedokteran di Paris. Dia juga menulis tentang pengobatan cacar air.
Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagian besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran dan khususnya masalah bedah.
Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk menggantikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Dokter Muslim yang juga sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah satu kitab kedokteran fenomenal yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku itu berisi ramngkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas praktek-praktek kedokteran.
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salahsatunya yang tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.
Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol; Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.
Setelah abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami masa stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami kemunduran, seiring runtuhnya era kejayaan Islam di abad pertengahan.
b. Sumbangan terhadap ilmu kimia
Tak salah bila dunia mengangkatnya sebagai bapak kimia modern. Ahli kimia Islam terkemuka di era kekhalifahan yang dikenal di dunia Barat dengan panggilan Geber itu memang sangat fenomenal. Betapa tidak, 10 abad sebelum ahli kimia Barat bernama John Dalton (1766-1844 M) mencetuskan teori molekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M) telah menemukannya di abad ke-8 M.
Hebatnya lagi, penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad itu ternyata hingga kini masih tetap dijadikan rujukan. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu kimia sungguh tak ternilai harganya. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli farmasi itu dinobatkan sebagai renaissance man (manusia yang mencerahkan).
Tanpa kontribusinya, boleh jadi ilmu kimia tak berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern sungguh telah berutang budi kepada Jabir yang dikenal sebagai seorang sufi itu. Jabir telah menorehkan sederet karyanya dalam 200 kitab. Sebanyak 80 kitab yang ditulisnya itu mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian yang terbilang amat prestisius.
Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Keberhasilan penting lainnya yang dicapai Jabir adalah kemampuannya mengaplikasikan pengetahuan mengenai kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Ternyata, Jabir jugalah yang kali pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.
Jabir pula yang pertama kali mencatat tentang pemanasan anggur akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.
Selain itu, Jabir pun berhasil menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Apa yang dihasilkannya itu merupakan teknik-teknik kimia modern.
c. Sumbangan terhadap ilmu astronomi
Geliat perkembangan astronomi di dunia Islam diawali dengan penerjemahan secara besar-besaran karya-karya astronomi dari Yunani serta India ke dalam bahasa Arab. Salah satu yang diterjemahkan adalah karya Ptolomeus yang termasyhur, Almagest. Berpusat di Baghdad, budaya keilmuan di dunia Islam pun tumbuh pesat.
Sejumlah, ahli astronomi Islam pun bermunculan, Nasiruddin at-Tusi berhasil memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, ahli matematika dan astronomi Al-Khawarizmi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana.
Ahli astronomi lainnya, seperti Al-Batanni banyak mengoreksi perhitungan Ptolomeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan dan menghitung secara lebih akurat sudut lintasan matahari terhadap bumi, perhitungan yang sangat akurat mengenai lamanya setahun matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Astronom Islam juga merevisi orbit bulan dan planet-planet. Al-Battani mengusulkan teori baru untuk menentukan kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia juga berhasil mengubah sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam) menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.
Buku fenomenal karya Al-Battani pun diterjemahkan Barat. Buku 'De Scienta Stelarum De Numeris Stellarum' itu kini masih disimpan di Vatikan. Tokoh-tokoh astronomi Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler dan Peubach tak mungkin mencapai sukses tanpa jasa Al-Batani. Copernicus dalam bukunya 'De Revoltionibus Orbium Clestium' mengaku berutang budi pada Al-Battani.
Dunia astronomi juga tak bisa lepas dari bidang optik. Melalui bukunya Mizan Al-Hikmah, Al Haitham mengupas kerapatan atmosfer. Ia mengembangkan teori mengenai hubungan antara kerapatan atmofser dan ketinggiannya. Hasil penelitiannya menyimpulkan ketinggian atmosfir akan homogen di ketinggian lima puluh mil.
Teori yang dikemukakan Ibn Al-Syatir tentang bumi mengelilingi matahari telah menginspirasi Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap pengikut setan. Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus, secara resmi dikucilkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertobat, namun dia menolak.
Menurut para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang dipelajarinya menjadi faktor berkembangnya astronomi Islam. Selain itu, begitu banyak teks karya-karya ahli astronomi yang menggunakan bahasa Yunani Kuno, dan Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab selama abad kesembilan. Proses ini dipertinggi dengan toleransi terhadap sarjana dari agama lain. Sayang, dominasi itu tak bisa dipertahankan umat Islam.

III. Penutup
Dari uraian diatas terlihat bahwa peranan ilmuwan Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar Hal ini terlihat dari banyak bermunculannya ilmuwan Islam di berbagai bidang keilmuwan. Masing-masing ilmuwan Islam memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya.
Di bidang kedokteran, salah satu ilmuwan Islam yang terkenal adalah Al-Zahrawi. Al-Zahrawi adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk mengentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Jabir Ibnu Hayyan adalah ilmuwan Islam yang dianggap sebagai bapak kimia modern. Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Ilmuwan Islam juga berperan dalam pengembangan ilmu astronomi. Sejumlah, ahli astronomi Islam bermunculan, Nasiruddin at-Tusi berhasil memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, ahli matematika dan astronomi Al-Khawarizmi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana.

Daftar Pustaka
Ahmed Shabir, Muntaqim Abdul Anas, dan Sattar Abdul (1999), Islam dan Ilmu Pengetahuan, Al-Izzah, Bangil
Hart H. Michael (2005), 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Karisma Publishing Group, Batam
Hart H. Michael (2005), 100 Ilmuwan Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Karisma Publishing Group, Batam
http://www.kebunhikmah.com/article-detail.php?artid=333
http://osdir.com/ml/culture.region.indonesia.ppi-india/2005-03/msg01258.html
http://hbis.wordpress.com/2007/11/23/perkembangan-islam-pada-abad-petengahan/
http://masjid.phpbb24.com/forum/viewtopic.php?t=63
http://www.answering-islam.org/Bahasa/FAQ/kekristenan_islam_dan_ilmu.html
http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=78&Itemid=47
http://netsains.com/2007/07/sains-teknologi-dan-peradaban-bangsa/
http://www.harian-aceh.com/index.php?/Opini/islam-ilmu-dan-kebangkitannya.html

Tidak ada komentar: