Jumat, 22 Agustus 2008

Impor Beras Jangan Dipaksakan

Impor Beras Jangan Dipaksakan
Print
E-mail
Rencana impor beras sebanyak 250.000 ton agaknya tetap akan dipaksakan oleh pemerintah. Seperti di kutip Bisnis Indonesia (26/9), Menteri Perdagangan Mari E Pangestu mengatakan tidak ada yang berubah dalam sikap pemerintah terhadap rencana impor beras walaupun ada resistensi publik yang cukup besar atas rencana impor beras tersebut. Mari selanjutnya mengatakan jika harga beras eceran kelas menengah melampaui Rp 3500 dan stok Bulog dibawah satu juta ton impor akan dilakukan. Syarat itu sendiri ditetapkan oleh rapat sejumlah menteri yang dipimpin oleh Wapres Jusuf Kalla. Dengan adanya kenaikan harga BBM 1 Oktober lalu yang memicu kenaikan ongkos transportasi dan sejumlah kebutuhan pokok lainnya, harga beras ditingkat eceran berpotensi naik. Selain itu, untuk mengantisipasi gejolak akibat kenaikan harga BBM, Bulog memajukan pelepasan raskin bulan November menjadi akhir Oktober. Kepala Humas Perum Bulog Rochyad Natajuda membenarkan bahwa raskin untuk November diajukan menjadi akhir Oktober (Kompas(13/10)). Pemerintah beralasan langkah impor beras tersebut sebagai antisipasi melinjaknya kebutuhan beras masyarakat, khususnya menjelang bulan puasa, lebaran, natal, hingga tahun baru 2006.Sekjen Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Henry Saragih menilai langkah-langkah yang diambil pemerintah tidak fair. Dalam hal ini pemerintah terkesan gali lobang tutup lobang, dengan kata lain pemerintah menimpakan beban yang ditimbulkan akibat kebijakan menaikan harga BBM kepada petani. Pemerintah menggunakan alasan naiknya harga beras di tingkat pengecer dan “kritisnya” stok Bulog untuk melakukan impor beras. “Padahal situasi seperti itu sengaja diciptakan, contohnya dengan melepas stok Bulog bulan November di akhir Oktober agar terkesan stok Bulog menipis. Hal itu untuk menguatkan alasan mengimpor beras,” ujarnya.Henry berargumen dugaan pemerintah tidak berpihak kepada petani bukannya tanpa alasan, mengingat Menteri Pertanian Anton Apriyantono berulang kali menyatakan stok beras nasional mencukupi. Bahkan berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) sampai awal Desember 2005 mendatang kelebihan stok masih sekitar 3,39 juta ton dengan asumsi bahwa sisa stok bulan sebelumnya sebesar 5,06 juta ton ditambah produksi 1,04 juta ton. Jadi ketersediaan stok beras bulan Desember mencapai 6,1 juta ton, sedangkan konsumsi sekitar 2,71 juta ton.Apabila pemerintah tetap memaksakan kebijakan impor beras, pihak yang paling dirugikan adalah petani dan buruh tani, khususnya petani beras. Harga gabah di tingkat petani akan terus terkoreksi semakin rendah. Ujung-ujungnya pendapatan petani akan tertekan. Padahal selama ini petani merupakan lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap kemiskinan. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin malah akan terus bertambah. Hal ini bertentangan dengan niat pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan itu sendiri.Menurut Achmad Ya'kub (deputi pengkajian kebijakan dan kampanye FSPI), berdasarkan fakta-fakta yang ada pemerintah tidak mempunyai alasan untuk untuk mengimpor beras. Pemerintah mengambil langkah tersebut semata-mata karena tekanan pihak luar. Ada kepentingan bisnis yang selalu berupaya agar negara kita bergantung terhadap beras impor. Hal ini tercermin dari perundingan-perundingan tentang pertanian di WTO. “Pemerintah tidak bisa lagi menetapkan larangan impor beras akibat perjanjiannya dengan WTO, karena itu kebijakan melarang import beras ini harus didukung oleh setiap elemen masyarakat,” tegas Ya’kub.Sebaiknya pemerintah bercermin dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, sekali keran impor dibuka maka harga gabah di tingkat petani akan tertekan. Ditambah lagi dengan mentalitas birokrasi dan aparat yang korup, kemungkinan penyelundupan beras akibat dibukanya keran impor semakin terbuka lebar. Henry juga menilai, selama ini politik pangan pemerintah tidak berpihak kepada petani. Pemerintah lebih mementingkan kepentingan segelintir dunia usaha (importir). Langkah keliru ini masih saja tetap dipertahankan, padahal dengan mengangkat kesejahteraan petani, soal kemiskinan di Indonesia akan lebih terkurangi. Karena sebagian besar rakyat (terutama yang tinggal di pedesaan) masih bergantung kepada sektor ini, dan ironisnya petani dan buruh tani merupakan porsi terbesar dari masyarakat miskin di Indonesia. (selesai)Sekilas FSPIFederasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) merupakan organisasi tani yang berdiri pada tahun 1998. Sebagai Federasi, organisasi ini menjadi payung serikat-serikat tani di tingkat nasional. Saat ini FSPI mempunyai 14 anggota serikat tani dari berbagai provinsi, diantaranya, Perhimpunan Masyarakat Tani Aceh (Permata), erikat Petani Sumatera Utara (SPSU), Serikat Petani Sumatera Barat (SPSB), Persatuan Petani Jambi (Pertajam), Serikat Petani Sumatera Selatan (SPSS), Serikat Petani Lampung (SPL), Serikat Petani Banten (SPB), Serikat Petani Pasundan (SPP), Serikat Petani Jawa Barat (SPJB), Serikat Petani Jawa Tengah (SPJT), Federasi Serikat Petani Jawa Timur (FSPJT), Serikat Tani Nusa Tenggara Barat (Serta NTB), Serikat Petani Kabupaten Sikka-NTT (SPKS-NTT).FSPI merupakan organisasi perjuangan petani dan buruh tani yang fokus utamanya untuk memperjuangkan hak-hak petani, pembaruan agraria, kedaulatan pangan, perdagangan yang adil, keadilan jender dalam bidang pertanian, penguatan organisasi tani, dan pertanian berkelanjutan berbasis keluarga. Dalam kancah internasional, FSPI menjadi anggota gerakan petani dan buruh tani internasional La Via Campesina.================================================================Kontak lebih lanjut: Henry Saragih (Sekjen FSPI): 0816 31 44441Ahmad Yakub (Deputi Kebijakan dan Kampanye FSPI) : 08177 1234 7

Tidak ada komentar: