Jumat, 22 Agustus 2008

Organisasi Pembelajaran

C. Marlene Fiol & Marjorie A. Lyles memaknai organisasi pembelajaran sebagai proses pengembangan langkah – langkah (action) melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik. Menurut George P. Huber, sebuah entitas dikatakan belajar apabila melalui pemrosesan informasi, jangkauan perilaku potensialnya berubah. Barbara Levitt & James G. March mendefinisikan Learning Organization sebagai organisasi yang menyimpulkan dari masa lalu untuk membimbing perilaku. Menurut Chris Argyris, organisasi pembelajaran adalah proses pendeteksian dan pembetulan kesalahan. Sedangkan Ray Stata mengatakan bahwa organisasi pembelajaran terjadi melalui pembagiaan wawasan, pengetahuan dan model – model mental. David A. Garvin (1993) mengkonvergensikan pemahaman – pemahaman di atas untuk menyusun definisi bahwa learning organization adalah organisasi yang terlatih menciptakan, belajar, dan memindahkan pengetahuan, dan memodifikasi perilaku untuk mencerminkan perilaku dan wawasan yang baru.
Menurut Peter M. Senge, ada lima komponen learning organization. Lima komponen tersebut adalah keahlian pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran oleh tim, dan berpikir sistemik. Peter M. Senge menggarisbawahi pentingnya disiplin kelima yaitu berpikir sistemik yang melengkapi serangkaian komponen penting learning organization. Tanpa disiplin kelima, tidak ada keseimbangan (harmoni) dalam learning organization. Harmoni berkaitan dengan kesearahan yaitu suatu proses bagaimana potensi – potensi individu disatukan secara sinergis di dalam organisasi. Anggota organisasi mungkin memiliki Intellectual Quotient (IQ) yang tinggi, tapi belum tentu gabungan IQ mereka membuat IQ kelompok menjadi lebih tinggi. Untuk menyatukan IQ – IQ individual menjadi Organizational Quotient (OQ) yang tinggi, dibutuhkan kesearahan (harmoni).
Organisasi pembelajaran hanya tercipta melalui individu – individu yang belajar. Akan tetapi individu yang belajar tidak menjamin suatu organisasi menjadi organisasi pembelajaran. Kalau metode pembelajaran yang digunakan individu tersebut tidak sesuai dengan tim, maka individual learning justru bisa mengaburkan kesearahan dan merusak kerjasama tim. Menurut McGill dkk (1992), ada lima dimensi penting dari perilaku manajer yang memungkinkan terjadinya kelancaran terciptanya learning organization yaitu:
· Opennes (Keterbukaan)
Manajer harus membuka perspektif seluas – luasnya. Keterbukaan berarti kesediaan untuk dikritik, demi memperbaiki proses. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya menyangkut ketrampilan teknis, tetapi juga interpersonal skills dan emotional intellegence.
· Systemic Thinking (Pemikiran Sistemik)
Pola pemikiran sistemik diperlukan agar semua anggota organisasi dapat melihat kaitan antara isu – isu, peristiwa, dan data sebagai kesatuan yang utuh. Dengan demikian, organisasi tidak terjebak dalam upaya mencari solusi jangka pendek yang bersifat parsial, yang seringkali justru menimbulkan masalah dalam jangka panjang.
· Kreativitas
Organisasi harus mengembangkan situasi dimana kreativitas dihargai melalui sistem reward formal, yang merangsang setiap individu mengembangkan dan mencari cara kerja yang lebih baik, lebih produktif dan lebih efisien.
· A sense of efficacy
Self aware secara aktif dan kemampuan memecahkan masalah secara proaktif.
· Empati
Seluruh anggota organisasi idealnya memiliki sense of ethics kuat dalam hubungan dengan sesama karyawan dan pelanggan. Hal itu akan memastikan budaya organisasi tumbuh dan berkembang dalam koridor bisnis yang etis.

Learning organization tidak hanya dibentuk dalam tataran konseptual, melainkan harus diaktualisasikan dalam bentuk – bentuk yang nyata, terutama sikap dan perilaku. Sehingga selain kerangka konseptual, seorang manajer juga harus memiliki kerangka tindakan sebagai panduan bagi setiap aktivitas organisasi. Menurut Garvin, sebuah organisasi pembelajaran dapat diidentifikasi berdasarkan lima aktivitas yaitu:
· Pemecahan masalah secara sistematik
· Percobaan dengan menggunakan pendekatan – pendekatan baru
· Pembelajaran dari pengalaman sendiri di masa lalu
· Pembelajaran dari pengalaman serta praktik terbaik yang dilakukan orang lain, tim lain, atau organisasi lain yang telah mencapai keberhasilan
· Mentransfer pengetahuan secara cepat dan efisien ke seluruh unsur organisasi.

Untuk melakukan aktivitas – aktivitas nyata pembelajaran seperti diatas, kita dapat menyusun tiga langkah berikut:
· Cognitive
Anggota organisasi agar berpikiran terbuka terhadap ide – ide baru, terdorong untuk memperluas pengetahuan mereka serta mulai berpikir dengan pola yang berbeda.
· Behavioral
Internalisasi wawasan baru dan dorongan – dorongan untuk mengubah perilaku.
· Performance Improvement
Mendorong agar perubahan dalam berperilaku membawa perbaikan – perbaikan dalam satuan yang dapat diukur. Pengukuran hasil learning dapat didasarkan pada kinerja tim secara keseluruhan atau didasarkan pada pencapaian individual.

Jika kita membuka buku teks psikologi standar, khususnya periode 60 – 70 an, kita akan temukan bahwa Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku. Dengan perkataan lain, pembelajaran didekati sebagai suatu outcome (manfaat) dari produk akhir suatu proses. Ini bisa di kenali atau dilihat. Pendekatan ini memiliki sifat-sifat kebaikan dari aspek penting yang ditonjolkan dari pembelajaran, yaitu perubahan. Hal yang nyata dan jelas ini juga bisa membuat atau menghadirkan perasaan-perasaan tertentu ketika melakukan percobaan-percobaan. Walau bagaimanapun, hal ini agaknya suatu instrument kasar. Contohnya:
- Apakah orang butuh untuk melakukan-nya supaya pembelajaran dapat terjadi ?
- Apakah ada faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan perilaku berubah ?
- Dapatkan perubahan melibatkan termasuk potensi untuk berubah ? (Merriam and Caffarella 1991:124)

Pertanyaan-pertanyaan diatas harus diklasifikasikan. Satunya adalah untuk mengidentifikasi perubahan permanen secara relatif dalam perilaku (atau potensi untuk berubah) sebagai hasil dari pengalaman (lihat mengenai ke-perilakuan/behaviourism dibawah ini). Bagaimanapun, tidak semua perubahan perilaku dihasilkan dari pengalaman yang melibatkan pembelajaran. Pengkondisian dapat menghasilkan perubahan perilaku, tetapi perubahan tidak dapat mengakibatkan atau mendorong pengalaman untuk menumbuhkan/men-generate pengetahuan (knowledge) baru. Tidaklah mengherankan, banyak teori-teori lebih sedikit memperhatikan mengenai kejelasan perilaku tetapi mengenai perubahan dalam cara pandang orang-orang dalam memahami atau mengalami atau menyelami dunia disekeliling mereka. (Ramsden 1992:4) (lihat cognitivism dibawah ini). Fokus untuk mereka adalah memperoleh pengetahuan atau kemampuan melalui penggunaan pengalaman.

Kedalaman atau sifat-sifat dasar yang melibatkan perubahan kelihatannya agak berbeda. Beberapa tahun yang lalu Saljo (1979) melaksanakan penelitian yang sederhana tetapi sangat bermanfaat. Dia menanyakan kepada mahasiswa-mahasiswa dewasa mengenai apa yang mereka pahami mengenai pembelajaran. Respon-respon dari mereka dikelompokkan dalam 5 kategori utama:
1. Pembelajaran sebagai suatu peningkatan kuantitatif dalam ilmu pengetahuan. Pembelajaran adalah mempelajari/mendapatkan informasi atau “ mengetahui lebih banyak”
2. Pembelajaran sebagai suatu peng-ingatan (memorising). Pembelajaran merupakan penyimpanan informasi yang dapat dipanggil kembali.
3. Pembelajaran sebagai suatu perolehan fakta, skil, dan metode yang dapat dikuasai dan digunakan bila perlu.
4. Pembelajaran sebagai suatu ungkapan rasa atau mengintisarikan suatu pengertian. Pembelajaran mencakup bagian-bagian terkait dari pokok masalah yang saling terkait satu dengan yang lainnya dan dengan dunia nyata.
5. Pembelajaran sebagai suatu penafsiran dan pemahaman realitas dengan cara yang berbeda. Pembelajaran mencakup memahami dunia dengan melakukan penafsiran ulang suatu pengetahuan.

Sebagaimana komentar dari Paul Ramsden, kita dapat lihat dengan segera bahwa konsep 4 dan 5 agak berbeda secara kualitatif dari konsep 1 sampai 3. Konsep 1 sampai 3 menyatakan secara tidak langsung pandangan yang tidak terlalu komplek mengenai pembelajaran. Pembelajaran merupakan faktor eksternal bagi pembelajar. Itu bisa saja terjadi atau dilakukan terhadap anda oleh seorang guru (sebagaimana konsep 1). Dengan perkataan lain pembelajaran agak seperti kegiatan berbelanja. Orang-orang pergi membeli pengetahuan yang kemudian akan menjadi milik mereka. Berbeda dengan 2 konsep terakhir yang melihat pada aspek internal atau personal dari suatu pembelajaran. Pembelajaran dilihat sebagai sesuatu yang kita lakukan untuk memahami dunia yang sesungguhnya.
Dalam beberapa cara perbedaan disini mencakup apa yang Gilbert Ryle (1949) istilahkan sebagai “mengetahui mengenai” dan “mengetahui bagaimana”. 2 kategori pertama hampir mendekati “mengetahui mengenai”. Jika kita bergerak ke kategori nomor 3, dapat kita lihat bahwa disamping “mengetahui mengenai”, juga tumbuh perhatian pada “mengetahui bagaimana”. Sistem pengkategorian disini adalah secara hirarkhi, dimana masing-masing konsep yang lebih tinggi melingkupi konsep-konsep dibawahnya. Dengan perkataan lain mahasiswa yang memahami pembelajaran sebagai pemahaman terhadap realitas, dapat juga memahaminya sebagai peningkatan pengetahuannya. (Ramsden 1992:27).

Pembelajaran sebagai suatu proses “kesadaran tugas atau pembelajaran perolehan” (Task-Conscius or Acquisition Learning)dan “kesadaran pembelajaran atau pembelajaran formal” (Learning – conscious or formalized learning).

Dalam 5 kategori yang telah diidentifikasi oleh Saljo, kita dapat melihat pembelajaran hadir sebagai suatu proses, dimana ada perhatian terhadap apa yang terjadi ketika pembelajaran terjadi. Dengan cara ini, pembelajaran dapat dipahami sebagai “suatu proses dimana perilaku berubah sebagai hasil dari suatu pengalaman” (Maples and Webster 1980 quoted in Merriam and Caffarella 1991:124). Satu dari pertanyaan-pertanyaan penting yang muncul adalah tingkatan dimana orang-orang sadar terhadap apa yang terjadi. Apakah mereka perhatian bahwa mereka terikat dalam pembelajaran dan hal penting apa yang terjadi jika mereka melakukannya. Beberapa pertanyaan timbul dalam berbagai bentuk selang beberapa tahun dan telah muncul ke permukaan, seperti misalnya, dalam perdebatan diseputar pemikiran yang agak membingungkan mengenai “pembelajaran informal”.

Salah satu cara khusus yang sangat membantu dalam mendekati wilayah ini telah dirumuskan oleh Alan Rogers (2003). Menggambarkan khususnya pada pekerjaan orang-orang yang mempelajari pembelajaran bahasa (contohnya, Krashen 1982), Rogers melakukan 2 pendekatan yang kontras : ”tugas – kesadaran” (task – conscious) atau ”pembelajaran perolehan” (acquisition learning) dan ” pembelajaran – kesadaran” (learning – conscious) atau ”pembelajaran formal” (formalized learning)

Tugas - Pembelajaran atau Pembelajaran Perolehan (Task-Conscius or Acquisition Learning).

Acquisition Learning dapat dilihat sebagai apa yang terjadi sepanjang waktu. Hal ini adalah nyata, spontan dan terbatas pada kegiatan tertentu; Hal ini tidak memperhatikan pada prinsip-prinsip umum (Rogers 2003:18). Contoh-contohnya termasuk banyak pembelajaran yang melibatkan orangtua atau kejadian sehari-hari di rumah. Beberapa hal yang diacu oleh pembejaran ini sebagai tidak disadari atau tidak kentara (implicit). Rogers (2003:21), memberi kesan bahwa lebih baik membicarakan hal ini sebagai memiliki kesadaran akan tugas. Dengan perkataan lain, ketika pembelajar tidak sadar akan pembelajaran, mereka biasanya sadar akan tugas-tugas spesifik yang ditanganinya.

Pembelajaran – kesadaran atau pembelajaran formal (Learning – conscious or formalized learning)

Formalized learning timbul dari proses pembelajaran yang difasilitasi/disengaja. Pembelajaran ini lebih bersifat “pembelajaran pendidikan” daripada akumulasi pengalaman. Dengan kata lain ada kesadaran akan pembelajaran dimana orang secara sadar akan tugas yang mereka emban adalah untuk memperoleh pembelajaran.. Pembelajaran itu sendiri merupakan suatu tugas. Apa yang dilakukan oleh pembelajaran formal adalah untuk membuat proses pembelajaran lebih disadari supaya prosesnya meningkat. Hal ini melibatkan tahapan-tahapan panduan dari suatu pembelajaran.

Ketika mendekati dengan cara ini menjadi nyata bahwa cara membandingkan secara kontras proses pembelajaran ini dapat muncul konteks yang sama. Keduanya dapat terjadi di sekolah. Keduanya dapat juga terjadi di keluarga. Adalah mungkin untuk mempertimbangkan pendekatan campuran antara acquisition dan formalized learning. Sebagai suatu proses yang kontinu (berkesinambungan).

Pada satu sisi ekstrim pembelajaran yang tidak intensif dan kadangkala secara tidak disengaja selalu terjadi ketika kita menjalani kehidupan. Kemudian datang pembelajaran insidental, pembelajaran tanpa disengaja melalui metode akuisisi, yang terjadi dalam suatu kursus dari kegiatan lain. .... Kemudian ada berbagai aktivitas dimana kita agak lebih lebih sadar mengenai pembelajaran, aktivitas pengalaman meningkat dari perhatian yang bersifat dadakan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, walaupun demikian fokus disini tetap pada aspek penugasan... Kemudian datang kegiatan-kegiatan yang lebih bertujuan, kejadian-kejadian dimana kita merencanakan untuk mempelajari susuatu dengan cara yang lebih sistematis, tetapi sering dengan sengaja tidak memperhatikan pertalian antara guru-guru dan institusi formal pembelajaran.... Lebih jauh lagi rangkaian kesatuan ini menempatkan proyek-proyek pembelajaran yang dikelola secara mandiri, dimana terdapat banyak sekali literatur.... Bentuk-bentuk yang lebih formal dan umum (dan konsekuensinya kurang kontektual) dari pembelajaran adalah program-program pendidikan terbuka dan jarak jauh, dimana elemen-elemen pembelajaran akuisisi sering dibangun dalam suatu program-program pembelajaran yang direncanakan. Terhadap ekstrim selanjutnya, memberikan program-program pembelajaran yang lebih formal dari pembelajaran yang sangat tidak kontekstual, menggunakan materi yang biasa terhadap semua pembelajar tanpa menaruh sedikitpun perhatian kepada pilihan individual, agenda atau kebutuhan. Tentu saja tidak ada batasan yang jelas antara masing-masing kategori in. (Rogers 2003: 41-2)


Perbedaan ini digemakan dalam cara yang berbeda dalam tulisan-tulisan dari banyak orang yang perhatian terhadap pendidikan, tetapi teristimewa dalam teori-teori kunci seperti yang dikemukakan oleh Kurt Lewis, Chris Argyris, Donald Schon, atau Michael Polanyi.

Pembelajaran sebagai suatu proses – teori pembelajaran

Fokus pada proses ternyata membawa kita pada kenyataan dari teori pembelajaran – suatu ide tentang bagaimana dan mengapa perubahan terjadi. Pada halaman ini kami memfokuskan pada 4 orientasi yang berbeda ( 3 yang pertama oleh Merriam and Caffarella 1991).
Orientasi perilaku terhadap pembelajaran
Orientasi kognitif terhadap pembelajaran
Orientasi humanistik terhadap pembelajaran
Orientasi sosial/situasional terhadap pembelajaran

Pembagian pada kategiro diatas tidaklah terlalu tegas: bisa jadi terdapat tambahan-tambahan selanjutnya dan sub-sub bagian terhadap skim , dan ada berbagai cara dimana orientasinya tumpang tindih dan saling berkaitan satu dengan lainnya.

Tidak ada komentar: