Sabtu, 23 Agustus 2008

Produk Hukum dan Perijinan yang Terkait dengan Kawasan Industri

Secara hierarkhis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kawasan industri tersusun dengan urutan sebagai berikut :
a. Undang-Undang :
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
2. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, khususnya pasal 22 butir 4;
3. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah;
4. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah (Pusat) dan Daerah.

b. Peraturan Pemerintah :
1. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri;
2. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri;
3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;
4. Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Peringkat Daerah.

c. Keputusan Presiden :
1. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Pembangunan Tanah bagi Pembangunan Kawasan Industri, khususnya pasal 7;
2. Keppres No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri;
3. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

d. Peraturan Menteri/Keputusan Menteri :
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1992 tentang Rencana Tapak Tanah dan Tata Tertib Pengusahaan Kawasan Industri serta Prosedur Pemberian IMB dan Ijin Undang-undang Gangguan (UUG)/HO bagi Perusahaan yang Berlokasi dalam Kawasan Industri;
2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri dalam Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep-51/MenLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri.Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 291/M/SK/10/1989 tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri;
4. Keputusan Menteri Perindustrian No. 30/M/SK/4/1991 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Penetapan Kawasan Industri yang Diberi Status Kawasan Berikat;
5. Keputusan Menteri Perindustrian No. 230/M/SK/1993 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian No. 291/M/SK/10/1989;
6. Keputusan Menteri Perindustrian No. 231/M/SK/1993 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian No. 30/M/SK/4/1991;
7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri dalam Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
8. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep-51/MenLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri.

Dengan adanya otonomi daerah dalam proses ijin usaha kawasan industri yang sebelumnya dikeluarkan di Pusat, yaitu oleh BKPM untuk investasi dengan fasilitas PMA/PMDN dan oleh Menperindag untuk investasi nonfasilitas, maka pada era otonomi daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dan PP No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Peringkat Daerah ijin usaha kawasan industri baik yang bersifat fasilitas maupun nonfasilitas dikeluarkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung Jawab di bidang Industri.

Permasalahan yang perlu dan penting dipertimbangkan dalam mekanisme pelimpahan wewenang ini adalah dalam kasus dimana Kawasan Industri yang akan dikembangkan berada pada daerah industri perbatasan dari dua atau lebih Kabupaten/Kota (daerah otonomi) dan areal perencanaan ataupun pengembangan berada di dua atau lebih daerah otonomi, maka yang berwenang mengeluarkan ijinnya harus menjadi pusat perhatian agar tidak terjadi konflik. Untuk menjawabnya, fungsi, peran, kedudukan dan wewenang Gubernur Cq Dinas Propinsi yang bertanggung jawab di bidang industri perlu mendapat penegasan dan penetapan. Makna sebagai koordinator yang mengintegrasikan pemerintahan kabupaten/kota yang ada dalam satu propinsi perlu mendapat perumusan yang jelas, tegas dan lugas.

Tidak ada komentar: