Sabtu, 23 Agustus 2008

Strategi Peningkatan Daya Saing Kabupaten/Kota

Persoalan daya saing daerah atau daya saing kabupaten dan kota mulai muncul dan menjadi persoalan yang serius sejak Republik ini mengalami krisis ekonomi dan melaksanakan desentralisasi ekonomi. Otonomi daerah secara langsung atau tidak telah mendorong tumbuhnya pemikir–pemikir lokal yang concern terhadap daerahnya masing–masing. Dan sejak itu persoalan daya saing daerah mulai menjadi wacana.
Dalam banyak wacana dan diskusi, daya saing daerah sering diperspektif kan sebagai keunggulan daerah dalam merebut sumber kesempatan yang sangat terbatas. Bahwa daerah yang memiliki daya saing adalah daerah yang akan memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya ekonomi yang sudah mulai menipis. Persepsi seperti itu sudah barang tentu tidak sepenuhnya benar. Daya saing suatu daerah mempunyai keterkaitan yang sangat luas kepada aspek–aspek teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur dan bahkan aspek kebudayaan yang menunjang terbentuknya masyarakat produktif di suatu daerah atau wilayah.

Indikator Daya Saing Daerah
Tolok ukur daya saing suatu masyarakat ditentukan oleh banyak faktor. Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing suatu masyarakat ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu :
a. Factor Condition, yaitu kapasitas SDA, SDM dan infrastruktur,
b. Strategy, Structure dan pola persaingan bisnis yang ada di masyarakat,
c. Demand Condition, yaitu keadaan perekonomian lokal secara umum,
d. Related and Supporting Industries, yaitu keterkaitan dan jaringan bisnis serta industri dengan industri dan daerah lain.
Sementara itu, Abdullah (2002) dalam bukunya “Daya Saing Daerah”, menyebutkan bahwa sekurang–kurangnya ada 9 (sembilan) indikator utama penunjang daya saing perekonomian suatu daerah. Kesembilan faktor tersebut antara lain adalah:
1. Perekonomian Daerah. Perekonomian daerah ini merupakan ukuran kinerja makro ekonomi yang merupaka ukuran kinerja umum suatu daerah. Tolok ukur yang terlibat di sini antara lain adalah, indeks biaya hidup, pertumbuhan ekonomi di masa lalu, tingkat konsumsi masyarakat dan lain –lain.
2. Keterbukaan. Indikator ini menggambarkan kemampuan daerah untuk berinteraksi dengan daerah lain di sekitarnya. Kemampuan untuk berinteraksi dengan daerah lain akan meningkatkan kemapanan peran daerah terhadap wilayah sekitarnya.
3. Sistim Keuangan. Sistem ini akan membantu memperkuat daerah dalam keberpihakannya melakukan realokasi resources.
4. Infrastruktur dan sumber daya alam. Kapasitas infrastruktur dan teknologi yang dimiliki oleh suatu daerah akan memperkuat percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kemampuan masyarakat dalam menerapkan teknologi yang sesuai dengan pemikirannya.
6. Sumber Daya Manusia. Tingkat pendidikan, ketrampilan dan sikap budaya masyarakat.
7. Kelembagaan. Iklim sosial politik serta hukum yang ada di masyarakat.
8. Governance dan Kebijakan Pemerintah. Kualitas administrasi pemerintah dalam menunjang produktifitas masyarakat.
9. Manajemen dan Ekonomi Mikro. Kemampuan masyarakat mengelola usahanya dengan cara moderen dan efisien.

Dari kedua catatan indikator daya saing itu, kita dapat simpulkan bahwa daya saing suatu wilayah bukanlah persoalan statis akan tetapi lebih merupakan persoalan dinamis dan menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
Meskipun hampir semua faktor yang mempengaruhi daya saaing itu berubah, akan tetapi ada faktor yang di luar kendali pemerintah dan ada faktor yang berada dalam kendali pemerintah. Faktor penting yang berada di dalam kendali pemerintah antara lain adalah faktor kelembagaan dan kebijakan pemerintah. Faktor lain yang biasa dikendalikan oleh pemerintah melalui regulasinya adalah sistem keuangan. Sedangkan sektor swasta memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan indikator keterbukaan.

Daya Saing Provinsi DI Yogyakarta.
Sejak diimplementasikannya UU no 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogyakarta) terbagi menjadi lima daerah otonom kabupaten/kota. Kelima kabupaten/kota tersebut memiliki karakteristik yang berbeda–beda satu sama lainnya. Daerah yang tumbuh cepat di Provinsi DI Yogyakarta adalah Kabupaten Sleman. Sedangkan Kabupaten Bantul merupakan daerah padat penduduk dengan tingkat intensitas pertanian tanaman pangan yang relatif tinggi. Daerah urban terdapat di kota Yogyakarta dengan karakteristik indutri kecil dan pedagang kaki limanya. Kedua daerah lainnya yaitu Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo adalah dua daerah yang relatif luas dan masih belum cukup menikmati hasil pembangunan yang ada selama ini.
Secara umum kabupaten dan kota di Provinsi DI Yogyakarta memiliki endowment yang cukup dalam persaingan antar daerah. Akan tetapi dalam beberapa hal kabupaten dan kota di Provinsi DI Yogyakrta tidak cukup memiliki mesin penggerak ekonomi yang memadai seperti misalnya jaringan enterpreneur yang solid dengan daerah lain, hubungan perdagangan tradisional yang terpelihara dengan negara lain atau bahkan sistem perbankan yang berwawasan nasional dan bahkan global. Faktor–faktor terakhir ini merupakan faktor strategis yang relatif jarang dimiliki oleh kabupaten/kota atau daerah otonom pasca UU no 22 tahun 1999.
Secara keseluruhan, (sekurang – kuramgnya menurut Abdullah) provinsi DI Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki daya saing “tinggi” apabila dibandingkan dengan ketigapuluh provinsi di Indonesia lainnya. Dari kombinasi indikator yang dikemukakan tersebut, Provinsi DI Yogyakarta menduduki peringkat ke-6. Meskipun demikian dari kesembilan indikator pemeringkatan yang dianalisa tersebut, hanya indeks Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, indeks SDM dan indeks Managemen dan Ekonomi Mikro saja yang memiliki peringkat distinction, yaitu peringkat tiga dan dua. Dengan kata lain, Provinsi DI Yogyakarta memiliki keunggulan terkuat pada hal–hal yang terkait dengan endowment yang dimiliki dari hasil pembangunan ekonomi selama jangka waktu yang cukup panjang. Keunggulan ini cukup memperkuat daya saing Provinsi DI Yogyakarta, namun demikian dalam kaitannya dengan strategi pengembangan daya saing, keunggulan daya saing seperti yang dimiliki Provinsi DI Yogyakarta itu tidak bisa dibangun dalam jangka yang relatif pendek. Oleh karenanya diperlukan pemikiran untuk menyiasati peningkatan daya saing Provinsi DI Yogyakarta melalui pengembangan indikator yang relatif tidak unggul. Dari kesembilan indikator tersebut diatas sebenarnya ada dua indikator strategis yang perlu dikembangkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua indikator penting itu adalah indikator Keterbukaan dan indikator Sistem Keuangan. Pada kedua indikator tersebut, secara kebetulan Provinsi DI Yogyakarta tidak memiliki peringkat yang baik. Untuk indikator Keterbukaan, Provinsi DI Yogyakarta menduduki peringkat ke–15. Sedangkan indikator Sistem Keuangan Provinsi DI Yogyakarta menduduki peringkat ke-8. Apabila kedua indikator ini biasa didorong untuk meningkat lebih cepat, maka Provinsi DI Yogyakarta akan tumbuh lebih pesat dan mampu bersaing lebih baik dari wilayah lain.


Strategi Daya Saing Ekonomi
Daya saing ekonomi sekali lagi bukan sekadar daya saing yang bersifat statis. Daya saing ekonomi lebih banyak ditentukan oleh endowment dan kemampuan memanfaatkan endowment tersebut kedalam kancah pergaulan ekonomi dengan masyarakat lain didaerah lain, sehingga terbangun nilai tambah yang “berpihak” kepada kepentingan masyarakat kita.
Dari pembahasan dengan kasus Provinsi DI Yogyakarta itu, maka dapat dipahami bahwa meskipun Provinsi DI Yogyakarta memiliki keunggulan SDA dan Iptek yang sangat tinggi, akan tetapi apabila masyarakat dan pemerintah tidak mampu untuk mengelola keunggulan itu menuju kepada nilai tambah yang tinggi, maka daya saing itu tidak akan menjadi daya saing ekonomi yang memadai. Oleh karena itu, bagi masyarakat Provinsi DI Yogyakarta, strategi yang sangat diperlukan dalam jangka pendek adalah meningkatkan indeks Keterbukaan dan indeks Sistem Keuangan untuk menjadi lebih baik.
Indeks Keterbukaan yang lebih baik akan menghasilkan keterkaitan ekonomi dengan wilayah lain secara lebih erat dan berhasil guna lebih tinggi. Indeks Keterbukaan yang lebih tinggi mencerminkan kemampuan enterpreneur Provinsi DI Yogyakarta yang lebih tinggi untuk memperluas jaringan ekonomi dengan masyarakat sekitarnya, sehingga mampu menciptakan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pembangunan terminal kargo atau pelabuhan atau bandara internasional merupakan salah satu kunci peningkatan indeks keterbukaan ini. Dengan dilakukannya penerbangan langsung ke luar negeri akan terbentuk jaringan perdagangan yang lebih luas dan saling memanfaatkan yang akan mendorong pertumbuhan perekonomian secara lebih pesat. Sementara itu indeks sistem keuangan yang lebih baik akan membantu terbangunnya investasi di daerah yang lebih menguntungkan bagi pertumbuhan ekionomi lokal. Salah satu strategi untuk meningkatkan indikator ini adalah dengan membangun sistem perbankan lokal yang berskala nasional atau global. Dengan perbankan lokal bertaraf nasional atau global ini akan tercipta suatu daerah yang menjadi pusat ekonomi berjaringan luas dan memiliki kedaulatan ekonomi. Dengan cara ini pola pembangunan ekonomi akan lebih terarah.

Kesimpulan
Strategi peningkatan daya saing ekonomi wilayah kabupaten/kota, pada dasarnya ditentukan oleh banyak hal. Beberapa hal yang sangat penting untuk dicermati antara lain , pertama adalah penguasaan dari endowment yang telah dimiliki selama ini. Faktor kedua yang menjadi sangat penting dan justru sering terlupakan adalah kerjasama dengan daerah disekitarnya, yang pada saat yang sama sedang dibanding–bandingkan indeks daya saingnya. Dengan kata lain, meskipun di antara daerah terjadi persaingan yang ketat untuk memperoleh “kue perekonomian“, pada saat yang sama kerjasama yang kuat justru harus terjadi untuk meningkatkan daya saing masing–masing persaingan. Kadang–kadang harus melalui logika yang paradoksikal.

Tidak ada komentar: