Sabtu, 23 Agustus 2008

Upaya Peningkatan Daya Saing Kabupaten Sidoarjo

Pada akhir-akhir ini terjadi perubahan yang cukup dinamis dalam lingkungan eksternal maupun internal wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedikit banyak akan membawa pengaruh terhadap sistem pembangunan wilayah yang ada saat ini. Secara eksternal, faktor strategis yang cukup menonjol dewasa ini adalah adanya komitmen maupun perjanjian internasional yang mengikat bangsa Indonesia untuk ikut terlibat di dalamnya. Misalnya perdagangan bebas serta pelaksanaan AFTA 2003, memberikan gambaran bahwa keterbukaan antara negara-negara di dunia semakin nyata. Keterbukaan membawa konsekuensi pada meningkatnya pengaruh-pengaruh dari luar pada pola perilaku sistem pembangunan suatu wilayah.
Sedangkan secara internal, beberapa faktor dan isu strategis yang menonjol selama lima tahun terakhir antara lain: pertama, pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang saat ini sudah berjalan kurang lebih 4 (empat) tahun merupakan salah satu bentuk perubahan kebijakan pembangunan yang berdampak cukup signifikan. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri, hingga saat ini masih menyisakan beberapa persoalan yang cukup berat, baik dari sisi ekonomi, kelembagaan, sosial budaya, maupun fisik. Persoalan-persoalan ini secara langsung maupun tidak langsung akan menghambat proses pembangunan wilayah secara keseluruhan; kedua, pelaksanaan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah–Pusat yang masih mengalami beberapa masalah, antara lain yang menyangkut pembagian kewenangan pemerintah Pusat dan Daerah. Akibatnya masih sering terjadi bias yang merugikan perkembangan wilayah yang bersangkutan; ketiga, krisis sosial dan ekonomi yang sempat menyentuh tahap terendah pada tahun 1997 dan hingga kini masih belum pulih, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat lamban. Hal ini berdampak secara luas kepada berbagai aspek kehidupan, seperti tingkat pengangguran yang tinggi, kejahatan meningkat, kelaparan hingga isu SARA; keempat, isu disintegrasi bangsa yang mengemuka, khususnya masalah Provinsi Papua dan Nangroe Aceh Darusalam yang membutuhkan perhatian serius, akibatnya banyak sumberdaya yang dialokasikan dan tersedot untuk mengatasi persoalan tersebut. Konsekuensinya, ada beberapa sisi pembangunan yang mendapat proporsi sumberdaya nasional yang lebih kecil, yang pada akhirnya mengarah pada kecemburuan dan ketimpangan wilayah.
Isu ekternal dan internal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada daya saing nasional dan secara khusus daya saing daerah. Kabupaten Sidoarjo sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia juga mengalami penurunan daya saingnya. Hasil kajian BPPT tentang Pemeringkatan Daya Saing Kabupaten/Kota se Jawa dan Bali, menempatkan Kabupaten Sidoarjo dalam posisi ke-9 dan bersama 10 kab/kota lainnya berada pada kuadran 1, artinya mempunyai kemampuan teknologi dan iklim teknologi yang positif/tinggi dibandingkan kabupaten/kota se Provinsi Jawa Timur. Posisi tersebut sebenarnya hanya menunjukkan indikasi bahwa Kabupaten Sidoarjo bersama-sama 10 kabupaten/kota lainnya mempunyai daya saing yang tinggi dibandingkan 27 kabupaten lainnya di Jawa Timur, yaitu menunjukkan perbandingan relatif bukan merupakan perbandingan absolut. Perbandingan daya saing secara absolut sebenarnya tidak dapat dilakukan saat ini, mengingat metodologi tentang itu belum ada. Namun demikian, secara relatif dapat dilihat indikasi daya saing tersebut, berturut-turut dapat dihitung daya saing Provinsi Jawa Timur dibandingkan antarprovinsi se Indonesia, dan seterusnya negara Indonesia dibandingkan dengan antarnegara di dunia. Beberapa perhitungan pemeringkatan daya saing di dunia menunjukkan bahwa negara Indonesia berada pada urutan menengah bawah, misalnya: human development index (HDI) tahun 2003 menunjukkan posisi Indonesia pada peringkat 112 dari 175 negara, masuk dalam klasifikasi human development menengah (urutan 56-141). Di antara negara ASEAN, posisi Indonesia berada di bawah Vietnam (urutan 109), Philipina (85), Thailand (74), dan Malaysia (58), serta berada pada posisi di atas Kamboja (130), dan Myanmar (131). Sedangkan negara ASEAN lainnya masuk dalam klasifikasi human development tinggi, misalnya: Singapura (28), dan Brunei Darussalam (31).
Sementara itu hasil kajian Perwira Siswa (Pasis) Seskoad Dikreg XLI tahun 2003 yang menganalisis ketahanan wilayah Kabupaten Sidoarjo dalam konteks pembangunan wilayah Provinsi Jawa Timur, menunjukkan bahwa indeks ketahanan wilayah Sidoarjo cukup tangguh relatif dibandingkan ketahanan kabupaten/kota di Jawa Timur, seperti terlihat pada tabel 1. Penentuan indeks ketahanan wilayah ini didasarkan pada konsep Ketahanan Nasional (Lemhanas, 2001) yang mengkaji 8 gatra (Astagatra), yaitu: gatra geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan gatra pertahanan kemanan.
Menurut Lemhanas, sebuah wilayah dikatakan mempunyai ketahanan wilayah yang cukup tangguh, bila terjadi sebagian atau seluruh kondisi-kondisi di bawah ini:

a) Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada dasarnya berjalan normal, gejolak yang timbul langsung bisa diatasi sehingga dampaknya minim.
b) Nilai-nilai Pancasila telah diamalkan oleh sebagian masyarakat, walaupun belum konsisten.
c) Kehidupan politik cukup sehat, aspirasi masyarakat telah diwarnai perumusan kebijakan publik.
d) Ekonomi cukup besar, dengan pondasi yang cukup solid. Sektor Riil telah memberikan kontribusi yang cukup baik.
e) Masyarakat cukup bergairah dalam ikut serta melaksanakan pembangunan.
f) Keamanan terkendali, aparat siap menghadapi gejolak sampai skala menengah.

Walaupun secara relatif daya saing Kabupaten Sidoarjo ini mempunyai peringkat yang tinggi serta indeks ketahanan wilayah yang cukup tangguh, tetapi secara absolut, seperti halnya keadaan Provinsi Jawa Timur dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kabupaten Sidoarjo masih memerlukan peningkatan di segala lini pembangunan, sehingga mampu mengejar ketertinggalannya terhadap negara lain dan yang lebih penting semakin mampu menyejahterakan penduduknya.
Dengan melihat peluang, dan ancaman serta memperhatikan kekuatan dan kelemahannya, bagaimana upaya yang harus ditempuh oleh Kabupaten Sidoarjo dalam meningkatkan daya saingnya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduknya.

Metodologi
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka metodologi yang digunakan adalah mempelajari dokumen perencanaan Kabupaten Sidoarjo (RTRW, Renstra, Propeda), dan data sekunder lainnya (LPJ bupati, Sidoarjo Dalam Angka, dsb), serta melakukan pengamatan lapangan secara langsung (observasi), dan wawancara dengan beberapa aparat pemerintah kabupaten dan masyarakat. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriptif (kuantitatif) dan analisis kualitatif.

Analisis
Kabupaten Sidoarjo terdiri dari 18 kecamatan, 322 desa dan 31 kelurahan, dengan batas wilayah: Kota Surabaya dan Kab. Gresik (sebelah utara), Selat Madura (timur), Kab. Pasuruan (selatan), dan Kab. Mojokerto (sebelah barat). Luas wilayahnya yang sebesar 63.438,534 Ha, sebagian besar merupakan dataran rendah (40,81 persen) terletak di ketinggian 3–10 meter yang berada di bagian tengah dan berair tawar. Berikutnya 29,99 persen berketinggian 0–3 meter berada di sebelah timur dan merupakan daerah pantai dan pertambakan, dan 29,20 persen terletak di ketinggian 10–25 meter berada di bagian barat. Sebagian besar lahan digunakan untuk bangunan rumah dan halaman (43,02 persen), berikutnya lahan sawah (40,01 persen), lahan penggembalaan, padang rumput, empang dan lain-lain (16,45 persen), dan tegalan, kebun, ladang, huma (0,52 persen). Kabupaten Sidoarjo mendapat julukan Kota Delta karena berada di muara sungai yang banyak terdapat delta-delta.
Jumlah penduduk, berdasarkan hasil regristrasi penduduk akhir tahun 2002, tercatat sebanyak 1.316.769 jiwa, terjadi kenaikan sebesar 23.658 jiwa atau 1,83 persen dibandingkan akhir tahun 2001 sebesar 1.293.111 jiwa. Kepadatan penduduk Sidoarjo sedikit menurun dari 2.038 jiwa/km² di tahun 2001 menjadi 1.844 jiwa/km² di tahun 2002. Sex ratio menunjukan adanya penurunan dari tahun 2001, sebesar 99,98 menjadi 98,48 itahun 2002. Hal ini menunjukan bahwa penduduk permpuan di Kabupaten Sidoarjo lebih banyak dari pada penduduk laki-laki dengan perbandingan setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 99 penduduk laki-laki.
Jumlah angkatan kerja pada tahun 2002 sebesar 60 persen dari jumlah penduduk usia kerja, sebagian besar berpendidikan SLTA. Sedangkan angkatan kerja yang sudah bekerja, sebagian besar bekerja di sektor industri, berikutnya, pertanian, serta perdagangan dan jasa. Jumlah pencari kerja tahun 2002 sebesar 9.432 orang terjadi peningkatan yang cukup tajam jika dibandingkan tahun 2001 sebesar 4.753 orang atau naik 106,25 persen. Kondisi ini terjadi akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih banyak dilakukan oleh perusahaan yang terkena dampak krisis ekonomi.
Pembangunan di Kabupaten Sidoarjo, khususnya di bidang ekonomi, telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Paling tidak dapat dilihat dari nilai PDRB tahun 2002 sebesar Rp. 14.205.508,65 (atas dasar harga berlaku) atau sebesar Rp. 4.138.142.67 (atas dasar harga konstan). Keadaan ini mendekati sama dengan nilai PDRB tahun 1996 (sebelum terjadinya krisis ekonomi) yaitu sebesar Rp. 4.895.642,14 (atas dasar harga konstan). Walaupun dianggap keadaan perekonomian Kabupaten Sidoarjo sudah pulih kembali, kedepan pembangunan ekonomi harus lebih dipacu dengan berbagai program agar terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk.
Perekonomian Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh kegiatan industri pengolahan (50,45 persen), berikutnya adalah sektor hotel dan restoran (21,19 persen), dan sektor angkutan dan komunikasi (8,15 persen). Dominasi sektor industri pengolahan mengisyaratkan bahwa Kabupaten Sidoarjo telah memasuki tahap perekonomian sekunder. Keadaan ini harus didukung oleh terpeliharanya pasokan energi, terjaminnya fasilitas infrastruktur dan tersedianya tenaga kerja, disamping situasi keamanan yang kondusif. Sektor sekunder ini juga perlu didukung oleh sektor primer (pertanian) sebagai basis dari kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan harmonisasi kegiatan perekonomian ini maka akan tercipta kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Pertumbuhan ekonomi secara agregat menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan, kalau tahun 2000 tumbuh sekitar 3,07 persen menjadi 3,66 persen dan 3,93 persen di tahun 2001 dan 2002. Meskipun demikian kondisi ini masih kurang jika dibandingkan dengan sebelum terjadi krisis ekonomi dimana tahun 1997 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo mencapai 5,02 persen. Tahun 2002 pertumbuhan sangat tinggi terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang salah satunya merupakan dampak dari bergairahnya sektor angkutan udara secara umum, khususnya bandara Juanda. Pertumbuhan ekonomi sekitar 3,93 persen perlu terus ditingkatkan, mengingat pertumbuhan penduduk pada tahun yang sama sekitar 1,83 persen. Dengan peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah diharapkan mampu menggerakkan dinamika perekonomian masyarakat. Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi dan pemerataan yang diupayakan secara bertahap, maka masyarakat akan menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut.Seperti dikemukakan sebelumnya, bahwa sektor dominan yang menggerakkan roda perekonomian Kabupaten Sidoarjo adalah sektor industri, terlihat pada tabel berikut ini, terdapat sekitar 390 industri besar, sekitar 1900 industri kecil dan hampir 12 ribu industri rakyat yang menyerap pekerja sekitar 150 ribu orang. Masing-masing kelompok industri (besar, kecil, dan industri rakyat) sebagian besar adalah subsektor industri kimia dan industri barang logam (industri besar), dan subsektor industri tekstil dan industri kayu (industri kecil dan industri rakyat).
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut, salah satunya dapat dicapai melalui peningkatan investasi. Saat ini aktivitas pembangunan yang dilakukan pemerintah hanya dialokasikan dana sebesar 23,47 persen dari total APBD selebihnya adalah untuk biaya belanja pegawai dan kebutuhan rutin lainnya. Kecilnya alokasi dana pemerintah untuk pembangunan menuntut adanya peranserta swasta dan masyarakat untuk melakukan investasi di Kabupaten Sidoarjo. Untuk dapat menarik minat investor malakukan investasi di Sidoarjo, perlu diperhatikan beberapa kemudahan, diantaranya kemudahan perijinan, fasilitas infrastruktur, insentif pajak, maupun jaminan keamanan yang kondusif.
Aktivitas perekonomian wilayah dapat juga dilihat dari aktivitas perdagangan dan jasa yang cukup menonjol. Ciri ini terutama terjadi pada wilayah perkotaan, seperti Kabupaten Sidoarjo yang berfungsi sebagai penyangga (hinterland) Kota Surabaya, sehingga menjadi kawasan yang tumbuh cepat (rapid growth area). Nilai tambah sektor perdagangan dihitung dengan cara pendekatan arus barang (commodity flow), yaitu dengan menghitung besarnya nilai komoditas di sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan dan komoditas impor yang diperdagangkan. Setelah dikurangi dengan nilai marginnya, selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai tambahnya. Rasio besarnya barang-barang yang diperdagangkan, margin dan persentase nilai tambah didasarkan data hasil penyusunan. Di samping itu ekspor dari Kabupaten Sidoarjo yang cukup besar perlu terus ditingkatkan, khususnya produk perikanan darat yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kondisi keuangan pemerintah Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat dari struktur penerimaan, struktur belanja daerah dan kewajiban serta tunggakan hutangnya. Tahun anggaran 2001 sebesar 17,5 persen dari total belanja Kabupaten Sidoarjo didanai dari PAD. Tahun 2002 menurun menjadi hanya 16,4 persen (sekitar 72 Milyar rupiah dibandingkan APBD sebesar 439 Milyar rupiah). Hal ini mempunyai arti bahwa kemampuan Kabupaten Sidoarjo dalam membiayai pembangunannya sendiri masih kurang, untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih keras lagi untuk meningkatkan PAD tersebut, misalnya melalui peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat secara luas sehingga secara tidak langsung penghasilan daerah melalui pajak maupun retribusi juga meningkat.
Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah menyusun strategi dan program pembangunan sebagai berikut:
Visi Kabupaten Sidoarjo diarahkan dalam mewujudkan masyarakat Kabupaten Sidoarjo yang ”MANDIRI, SEJAHTERA, DAN MADANI”. Makna yang terkandung dalam Visi tersebut adalah Kabupaten Sidoarjo dengan masyarakat yang mampu mengembangkan potensi diri dan daerah serta mencukupi kebutuhan hidup dan kehidupannya secara mandiri, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan bertakwa, berkecukupan material spiritual, sejahtera lahir batin, memegang teguh moral agama, beradab dan berahlak mulia, menjunjung tinggi supremasi hukum, demokratis, aman, tentram, tertib dan damai, serta masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibanya.
Untuk mewujudkan visi tersebut maka ditetapkan misi Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut:
a) Mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan dan pengamalan nilai-nilai agama diiringi dengan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b) Memberikan layanan kepada masyarakat secara profesional.
c) Memfasilitasi pembangunan infrastruktur yang mendorong peningkatan pembangunan yang proporsional, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan.
Dengan memperhatikan permasalahan, tantangan, peluang serta kemampuan dan potensi daerah maka kebijakan pembangunan di Kabupaten Sidoarjo diarahkan untuk memantapkan perekonomian daerah melalui berbagai kegiatan yang mengakomodir segala aspek pembangunan. Kegiatan-kegiatan dimaksud antara lain: keterlibatan masyarakat dalam dunia usaha, peningkatan kesempatan kerja melalui peningkatan kesempatan berusaha, mengembangkan sistem transportasi terpadu untuk meningkatkan aksesibilitas daerah, penguatan kelembagaan perekonomian daerah, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan di daerah, pengembangan sumberdaya alam yang memiliki keunggulan komparatif, pengembangan kawasan dengan menciptakan keterkaitan dengan wilayah sekitar dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Strategi kebijakan pembangunan Kabupaten Sidoarjo diarahkan pada: strategi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan strategi kebijakan pembangunan. Strategi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan meliputi:
(1) Mewujudkan aparatur pemerintahan yang amanah, profesional dan berdedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, serta mewujudkan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.
(2) Menjadikan aparatur pemerintahan yang bersih dari praktek-praktek KKN dan meningkatkan kinerja aparat pengawasan internal, fungsional dan pengawasan masyarakat.
(3) Mewujudkan aparat pemerintah yang netral dari politisasi tanpa mengabaikan hak-hak politiknya dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
(4) Mewujudkan pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara bertanggung jawab, mudah, cepat, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi dengan mendorong dinamika masyarakat.
(5) Mewujudkan penyelenggara pemerintahan yang berjiwa kewirausahaan guna mendorong dinamika pertumbuhan pengembangan usaha dan percepatan pembangunan.
Sedangkan strategi kebijakan pembangunan meliputi 9 (sembilan) bidang, yaitu: bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, sosial budaya, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ketentraman dan ketertiban, dan bidang pembangunan daerah:
(1) Bidang hukum. Pembangunan di bidang hukum dilaksanakan dalam rangka menumbuhkembangkan kesadaran hukum, budaya tertib hukum yang konsisten dan obyektif, adanya kepastian hukum dan tumbuhnya rasa keadilan serta terwujudnya masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya.
(2) Bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi diarahkan dalam upaya memperkuat struktur perekonomian daerah yang lebih seimbang dan merata untuk kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan kondisi dan potensi daerah serta peluang yang ada, dengan mengutamakan upaya-upaya pemulihan dan pengembangan perekonomian daerah melalui peningkatan kegiatan investasi, serta mendorong dan memfasilitasi upaya-upaya peningkatan produktifitas daerah dan pendapatan masyarakat.
(3) Bidang politik. Pembangunan di bidang politik dimaksudkan guna memacu akselerasi proses demokrasi yang lebih mantap dalam penyelenggaraan pemerintahan dan tata kehidupan masyarakat dengan menumbuhkan sikap dan kesadaran berpolitik, meningkatkan pendidikan dan budaya politik yang kondusif serta mengoptimalkan peran dan fungsi partai politik.
(4) Bidang agama. Pembangunan bidang agama diarahkan pada penataan kehidupan beragama yang diharapkan mampu menciptakan dan mendorong setiap warga masyarakat yang beriman dan bertaqwa, serta secara bersungguh-sungguh memperkokoh keberadaan dan jati dirinya baik secara pribadi maupun dalam komunitas atas dasar nilai-nilai keagamaan, dengan meningkatkan kualitas pemahaman terhadap sumber nilai dan ajaran agama, mengembangkan tradisi dan budaya dialog serta komunikasi internal maupun antarumat beragama yang dilandasi saling pengertian serta mengoptimalkan fungsi sarana peribadatan sebagai pengembangan pendidikan keagamaan dan kemasyarakatan.
(5) Bidang pendidikan. Pembangunan pendidikan bertujuan membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas melalui sistem pendidikan yang lebih baik dan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih merata dan menciptakan sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masa kini pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, menyediakan lembaga pendidikan yang merata dan seimbang di seluruh wilayah dengan fasilitas memadai, termasuk bagi anak berkelainan fisik dan mental, menyediakan tenaga pendidik yang bermutu, profesional dan berdedikasi tinggi meningkatkan peran serta masyarakat di bidang pendidikan formal dan non formal serta menciptakan manajemen lembaga pendidikan yang mendorong otonomi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
(6) Bidang sosial budaya. Pembangunan bidang sosial budaya diupayakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan fungsi dan peran lembaga sosial, masyarakat, derajat kesehatan, ketenagakerjaan dan penanggulangan masalah sosial (kemiskinan, keterlantaran dan keterbelakangan).
(7) Bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diarahkan pada terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang optimal, serta pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, upaya menegakkan hukum lingkungan secara efektif untuk menghindari sengketa sumberdaya alam dan lingkungan, serta memberdayakan masyarakat dan mengoptimalkan kekuatan pelaku ekonomi, dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
(8) Bidang ketentraman dan ketertiban. Perwujudan situasi wilayah yang aman dan kondusif menjadi tanggung jawab bersama antara aparat keamanan/daerah dan masyarakat, karena itu dimasa depan tetap harus dibangun dengan peningkatan peran masyarakat, pemerintahan daerah dan lembaga kemasyarakatan yang ada dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban wilayah Dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat yang aman, tentram, tertib dan damai maka kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan mengembangkan jiwa dan semangat kebersamaan demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa.
(9) Bidang pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah harus berbasis data dengan memanfaatkan Iptek dan diarahkan pada pengembangan potensi wilayah berdasarkan penataan ruang daerah sebagai development scenario, dalam rangka mendorong peningkatan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana pengembangan wilayah untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang berdampak ganda pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam upaya meningkatkan daya saingnya, pemerintah daerah harus mampu mensinergikan seluruh masyarakat, pengusaha swasta, dan kekuatan lainnya untuk menghadapi ancaman dimasa depan, menggali dan mengembangkan kekuatan serta mengatasi kelemahan untuk mendapatkan peluang menjadi lebih baik.
Secara umum, ancaman yang mungkin dihadapi Kabupaten Sidoarjo adalah berlakunya perjanjian AFTA 2003 dan perjanjian internasional lainnya yang mensyaratkan adanya baku mutu dalam perdagangan internasional dan tidak adanya diskriminasi produk, sehingga hanya produk yang mempunyai daya saing-lah yang dapat bertahan di persaingan global tersebut. Dalam abad persaingan ini, terjadi juga persaingan antarwilayah dalam merebut peluang-peluang yang ada, sehingga hanya wilayah yang berdaya saing yang akan unggul.
Ancaman lainnya adalah koordinasi antarwilayah yang belum baik, terdapat ‘sengketa’ perbatasan misalnya: tanah oloran di muara Sungai Porong yang semakin bertambah luas dan menjorok ke laut wilayah Kabupaten Pasuruan, pengelolaan daerah aliran sungai (DAS sungai Mas) yang melintasi Kabupaten Sidoarjo, Gresik, dan Kota Surabaya, serta DAS sungai Porong yang melintasi Kabupaten Sidoarjo, Mojokerto, dan Pasuruan yang merupakan kewenangan pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pengelolaan fasilitas publik yang belum jelas, misalnya: bandara Juanda yang berada di Kecamatan Sedati yang dikelola oleh Perum Angkasa Pura I (PAP-I) sedangkan lahan dimiliki oleh TNI-AL, terminal bis Purabaya (Bungurasih) di Kecamatan Waru yang pengelolaannya oleh pemerintah Kota Surabaya.
Menurut Buku Putih yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan RI, disebutkan bahwa dalam konteks strategi kemungkinan ancaman yang timbul adalah: terorisme internasional, kerusuhan massa intensitas tinggi, konflik komunal, kejahatan lintas negara, dan keimigrasian. Sedangkan menurut Kodim 0816/ Sidoarjo, ancaman/gangguan yang terjadi dapat berupa kerusuhan sosial, teror dan sabotase instalasi penting. Wilayah Sidoarjo merupakan salah satu akses utama perlintasan keluar maupun menuju Kota Surabaya dimana terdapat terminal bis antarkota Purabaya di Kecamatan Waru dan bandara internasional Juanda di Kecamatan Sedati, sehingga dalam penyelenggaraan keamanan dan ketertiban baik dalam acara protokoler maupun penyelenggaraan keamanan dan ketertiban lainnya diperlukan penanganan secara khusus.
Potensi ancaman keamanan dan ketertiban yang terjadi saat ini, paling menonjol, adalah kasus pencurian kendaraan bermotor dan aksi demonstrasi/unjuk rasa.
Dibalik ancaman-ancaman tersebut, sesungguhnya terbuka peluang-peluang yang kalau dapat dimanfaatkan akan menggerakkan aktivitas perekonomian Sidoarjo untuk kesejahteraan masyarakat. Peluang-peluang tersebut misalnya: pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan peluang besar untuk mengelola wilayahnya sendiri, perkembangan Kota Surabaya yang cukup pesat menarik Kabupaten Sidoarjo sebagai wilayah penyangga, sebagai kawasan permukiman, dan pariwisata, maupun sebagai pendukung pengembangan industri. Di samping itu kemampuan Sidoarjo dalam mengekspor produk perikanan dan hasil industri merupakan peluang yang cukup besar, mengingat pasar ekspor kedua produk tersebut masih terbuka untuk dikembangkan.
Dalam membaca ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada, perlu diperhatikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Beberapa kekuatan yang menonjol adalah:
· SDM yang agamis dan cukup berkualitas, indeks pembangunan manusia (IPM) menunjukkan angka yang cukup tinggi (angka harapan hidup, lama sekolah dan angka melek huruf serta daya beli).
· Jumlah angkatan kerja yang cukup tersedia dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi, (proporsi pendidikan SLTA cukup tinggi), sementara itu laju pertumbuhan pengangguran yang kecil.
· Posisi Kabupaten Sidoarjo yang sangat strategis di jalur transportasi udara, darat, dan laut.
· Dokumen perencanaan pembangunan yang memadai
· Infrastruktur transportasi, telekomunikasi, energi, air minum cukup baik.
· Sektor industri dominan dengan dukungan tenaga kerja dan budaya kerja industri, dimana upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp. 516.500,- cukup kondusif.
Beberapa kelemahan yang menonjol adalah:
· Aparat pemerintah kabupaten yang belum semuanya siap menghadapi pelaksanaan otonomi daerah dan belum berjiwa enterpreneurship untuk menggerakkan perekonomian daerah dan menarik investasi.
· Sebagian masyarakat masih menolak beberapa aktivitas jasa, seperti: perhotelan, diskotik, cafĂ©, beroperasi di Kabupaten Sidoarjo. Saat ini kawasan perhotelan tidak ada yang beroperasi Kabupaten Sidoarjo, selain di sekitar bandara Juanda (Waru) yang agak jauh dari kawasan permukiman.

Kesimpulan dan Rekomendasi.
Daya saing Kabupaten Sidoarjo, secara relatif, sudah cukup tinggi dibandingkan kabupaten/kota se-Provinsi Jawa Timur, demikian juga daya saing Provinsi Jawa Timur dibandingkan provinsi seluruh Indonesia. Namun demikian bila dicermati bahwa daya saing Indonesia sangat rendah dibandingkan negara-negara di dunia, bahkan dengan negara Asean sekalipun, maka sebenarnya peningkatan daya saing tersebut harus terus diupayakan, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun negara.
Isu daya saing belum menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Sidoarjo, paling tidak dapat dilihat dari belum adanya konsep yang jelas tentang daya saing dalam dokumen perencanaan, apalagi dalam bentuk implementasi, belum ada upaya yang jelas dalam meningkatkan daya saing.
Secara umum, ancaman yang mungkin dihadapi Kabupaten Sidoarjo adalah persaingan global yang menuntut produk dengan standar mutu yang berlaku secara internasional, koordinasi antarwilayah yang belum baik terutama terkait dengan ‘sengketa’ perbatasan. Disamping itu dimungkinkan adanya terorisme internasional, kerusuhan massa intensitas tinggi, konflik komunal, kejahatan lintas negara, dan keimigrasian, sabotase instalasi penting, dan aksi demonstrasi/unjuk rasa khususnya buruh pabrik.
Peluang-peluang yang dapat menggerakkan aktivitas perekonomian Sidoarjo untuk kesejahteraan masyarakat, misalnya: pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan peluang besar untuk mengelola wilayahnya sendiri, perkembangan Kota Surabaya yang cukup pesat menarik Kabupaten Sidoarjo sebagai wilayah penyangga (kawasan permukiman, dan pariwisata, maupun sebagai pendukung pengembangan industri). Di samping itu kemampuan Sidoarjo dalam mengekspor produk perikanan dan hasil industri merupakan peluang yang cukup besar, mengingat pasar ekspor kedua produk tersebut masih terbuka untuk dikembangkan.
Melihat ancaman dan peluang di atas, kekuatan yang terutama dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo adalah: sumberdaya manusia (agamis, berkualitas, dan jumlah yang besar sebagai angkatan kerja), posisi strategis, infrastruktur wilayah yang memadai, dokumen perencanaan yang tersedia, dan dominasi sektor industri dalam perekonomian wilayah.
Beberapa kelemahan yang menonjol adalah: kesiapan aparat pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah, dan sebagian masyarakat yang menolak beberapa aktivitas jasa.

Saran
Perlu dipahami pentingnya daya saing dan upaya peningkatannya melalui penyatuan visi sehingga upaya daya saing merupakan satu gerak dan langkah yang sama dilakukan oleh pemerintah kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas. Misalnya dibentuk forum bersama atau Dewan Daya Saing Wilayah yang berupaya untuk meningkatkan daya saing wilayah.
Upaya peningkatan kemampuan pembiayaan harus terus dilakukan, misalnya meningkatan aktivitas di sektor perdagangan dan jasa, serta kerjasama pengelolaan dengan Perum Angkasa Pura (Bandara Juanda) dan Pemerintah Kota Surabaya (terminal Purabaya Bungurasih).
Demikian juga peningkatan ekspor sektor industri maupun subsektor perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan perlu terus dilakukan.
Dalam jangka panjang, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, melalui peningkatan tingkat pendidikan, derajat kesehatan maupun daya beli masyarakat, akan mampu mengangkat Kabupaten Sidoarjo sebagai wilayah yang mempunyai daya saing tinggi yang didukung oleh kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge base economy), aktivitas ekonomi yang mengandalkan kualitas dan keunggulan sumberdaya manusia.

Tidak ada komentar: