Jumat, 22 Agustus 2008

Penyebab dan Konsekuensi Konflik

Sebuah konflik terjadi bila satu atau kedua belah pihak menunjukkan permusuhan dan menghalangi usaha masing-masing untuk mencapai sasaran. Konflik merupakan suatu bagian yang alamiah dari proses-proses sosial, dan terjadi di dalam semua organisasi. Konflik-konflik disebabkan oleh sejumlah faktor, dan sering kali lebih dari seseorang ada di dalam sebuah situasi konflik. Sebab-sebab tersebut termasuk persaingan akan sumber-sumber daya, ketidaksesuaian dari tujuan-tujuan tugas, kedwiartian dalam masalah-masalah juridis, pertikaian-pertikaian mengenai status, hambatan-hambatan komunikasi, dan kepribadian yang tidak cocok satu sama lain (Wexley & Yukl, 1984). Lebih banyak konflik mungkin akan terjadi bila orang-orang mempunyai pekerjaan-pekerjaan yang saling tergantung satu sama lain yang membutuhkan kerja sama yang substansial namun sasaran-sasaran yang berbeda, bila orang harus bekerja sama dalam jarak yang dekat di bawah tekanan untuk suatu periode waktu yang lama, dan bilamana perbedaan-perbedaan dalam nilai-nilai serta keyakinan-keyakinan kemungkinan akan menyebabkan rasa curiga, salah pengertian, dan permusuhan. Adalah lebih mudah untuk menangani konflik, baik sebagai pihak yang tersangkut atau sebagai pihak ketiga yang menengahi, bilamana alasan bagi konflik tersebut diketahui.
Konflik mempunyai baik konsekuensi positif maupun negatif dalam organisasi-organisasi. Konsekuensi-konsekuensi negatif adalah gangguan di dalam komunikasi, kerja sama yang dikurangi, dan pengalihan waktu dan energi dari pencapaian sasaran-sasaran tugas agar ”memenangkan” konflik tersebut. Para individu dalam konflik-konflik yang berkepanjangan biasanya mengalami stres, frustrasi, ketegangan, kesukaran dalam mengkonsentrasikan diri pada pekerjaan, serta kepuasan kerja yang lebih rendah. Bilamana konflik tersebut berlebihan, maka organisasi tersebut dapat terpecah-pecah atau lumpuh, tidak mampu untuk mengambil tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi ancaman-ancaman lingkungan. Di lain pihak, tanpa adanya suatu konflik, sebuah organisasi tidak akan mampu untuk mempertahankan kekuatannya dan menyesuaikan diri secara berhasil terhadap sebuah lingkungan yang berubah. Adaptasi membutuhkan perubahan-perubahan dalam sasaran, prioritas, strategi, serta prosedur. Perubahan-perubahan yang demikian menciptakan suatu keadaan yang menyusahkan, dan ia biasanya menyangkut pendistribusian kembali kekuasaan dan status. Banyak anggota dari sebuah organisasi akan melawan perubahan-perubahan yang demikian besar dan kecuali terdapat konflik terbuka, perubahan-perubahan tersebut tidak mungkin akan terjadi dengan cukup cepat untuk memastikan adaptasi yang berhasil terhadap ancaman-ancaman eksternal. Pada umumnya, keputusan-keputusan yang menyangkut konflik lebih sedikit kemungkinannya akan mencerminkan pemikiran yang mandek atau persepsi-persepsi yang bias bila didasarkan atas ketidaksepahaman. Konflik sering kali menghasilkan perubahan dan inovasi. Meskipun konflik sering kali merupakan pencerminan dari perlawanan oleh suatu pihak terhadap inovasi-inovasi yang disetujui oleh pihak lain, ia dapat juga menjadi sebuah sumber motivasi bagi kedua belah pihak untuk mendapatkan pemecahan-pemecahan yang inovatif yang akan menyelesaikan konflik tersebut dalam suatu cara yang memuaskan kedua belah pihak.
Dalam kehidupan orang – orang yang bersatu dalam kelompok, ketegangan, conflict, tak mungkin dihindari. Ketegangan itu dapat diarahkan menuju kebaikan, tetapi dapat juga dibiarkan menjadi destruktif. Maka kecakapan untuk mengangani, mengolah, dan mengatasi ketegangan merupakan hal yang perlu dikuasai oleh setiap pemimpin.
Berhadapan dengan ketegangan kita kerap merasa saying bahwa ketegangan itu terjadi, mengharapkan lekas tersingkir, atau selesai dengan cepat. Ketegangan bersifat merusak yaitu mengacau suasana, mengganggu atau memutuskan hbungan antar manusiadan menghalangi tercapainya tujuan. Tetapi ketegangan tidak usah merusak. Memandang segala ketegangan sebagai hal yang harus ditolak, merupakan sikap yang tidak sehat. Sebab ketakutan terhadap ketegangan itu membuat kita tidak mampu lagi melihat manfaat perbedaan pendapat, nilai bekerja lewat benturan pendapat untuk sampai pada keputusan atau pemecahan masalah secara kreatif, yang justru dicapai karena konflik. Perbedaan, apabila diolah baik, dapat menambah energi kelompok untuk mengatasi masalah, meningkatkan kreativitas kelompok, membuat kemampuan inventif mereka menjadi lebih timggi dan mendorong mereka memecahkan masalah secara efektif. Tetapi jika tidak diakui, diterima, dan diolah baik, ketegangan tidak akan membawa semua kebaikan itu, memacetkan kelompok dan membuat kelompok itu kurang atau malah tidak produktif. Kelompok yang mempunyai perbedaan banyak yang tidak ditangani baik, mengalami benturan dan perselisihan dan membuat kurang atau tidak produktif. Idealnya kelompok mempunyai perbedaan yang cukup sehingga hasil kerja kelompok akan lebih banyak, lebih kreatif dan inovatif daripada hasil kerja perorangan. Seni untuk itu adalah mengolah perbedaan dan ketegangan yang muncul dari perbedaan itu.
Persaingan,competition meningkatkan ketegangan. Dalam sikap persaingan semua pihak melihat tujuan mereka saling bertentangan dan tak tersatukan. “Jika kami kalah, mereka menang. Jika kami menang, mereka kalah”. Demikian bunyi pendirian orang – orang yang bersaing. Demikian bunyi pendirian orang – orang yang bersaing. Sikap dan dan pendirian seperti itu perlu dalam dunia olahraga dan menarik. Tetapi tujuan – tujuan tidak usah selalu saling bertentangan satu sama lain atau tak terpadukan secara eksklusif. Ketegangan justru muncul dimana tujuan sebenarnya tidak saling eksklusif, tetapi dianggap dan dipandang saling eksklusif. Dari pandangan dan anggapan inilah sikap dan pendirian menang-kalah berasal dan berkembang.
Pandangan dan anggapan yang kerap menjadi sebab ketegangan itu dibawa oleh salah satu atau semua pihak. Jika kita mendekati orang lain dengan anggapan kita ada dalam konflik, kita cenderung memandang pihak lain secara negative dan menganggap diri secara positif. Kecenderungan ini mempengaruhi tanggapan kita terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain. Kita hanya siap melihat atau mendengar hal – hal yang kita anggap mendukung pendirian kita. Kita menyaring atau tertutup terhadap hal – hal yang kita anggap melawan pandangan kita. Budi kita lalu mencatat hal – hal yang sudah kita pilih tadi sebagai kebenaran dan kita lalu bertindak dengan sikap dan cara menang – kalah. Perilaku itu pada gilirannya memperkuat pengandaian kita bahwa kita ada dalam ketegangan. Dengan pandangan dan sikap itu kita membuat orang lain, yang pada awalnya bersikap kooperatif dan berkehendak bekerjasama dengan kita, lama – lama juga bersikap kompetitif. Biasa terjadi kalau ada 30 orang berkumpul yang bersikap kooperatif dan satu dua orang bersikap komppetitif seluruh kelompok akan bersikap kompetitif juga. Sebab manusia pada dasarnya tidaak mau kalah.
Kerjasama, cooperation dimana orang – orang berpandangan dan bersikap menang – menang dan merasa bahwa tujuan mereka tidak saling berlawanan, eksklusif dapat membantu kita dalam mengatasi ketegangan. Perbedaan pendapat tidak berarti bahwa orang tidak mengejar tujuan yang sama. Dalam perbedaan pendapat kita masih dapat mengandaikan bahwa “Jika kami menang, kami juga menang dan jika kamu menang, kami juga menang”. Tidak setiap ketegangan dapat ditangani sebagai situasi menang – menang. Karena tidak setiap ketegangan memperbolehkan semua tujuan yang tersangkut untuk dicapai. Hal yang penting ialah bahwa kita memeriksa kenyataan situasi yang sebenarnya, agar kita tidak bertindak atas daras pandangan yang salah, misalnya menganggap situasi menang – kalah, padahal ternyata situasi menang – menang.
Dari uraian di atas, kita, pemimpin , perlu menyadari bahwa usaha kooperatif kerap kali dirongrong oleh orang – orang yang memandang segala kegiatan dari segi menang – kalah. Maka kita harus selalu berusaha menciptakan suasana kerja sama dan siap menghalangi muncul dan berkembangnya semangat persaingan.
Baik persaingan maupun kerjasama tidak baik atau buruk, tetapi tepat atau tidak tepat. Kerja kelompok yang efektif memerlukan kerjasama. Pada umumnya kita pemimpin perlu tetap menjaga pandangan menuju ke tujuan dan sasaran kelompok, memelihara komunikasi terbuka, mendengarkan baik – baik, menjalankan tugas, menjaga kekompakan, relationship function, dan tercapainya tujuan kelompok, task function, memberi kesempatan orang yang keliru untuk mengubah pikiran mereka, tanpa mereka merasa direndahkan atau kehilangan muka. Dengan memperhatikan hal - hal itu, kita dapat memanfaatkan ketegangan demi produktivitas kelompok yang lebih tinggi.
Dalam mengatasi ketegangan di samping menciptakan situasi menang – menang ada hal lain yang perlu kita perhatikan. Kerjasama pun jika dapat dilakukan secara keterlaluan dapat merugikan. Karena dengan demikian terjadi anggapan bahwa segala sesuatu yang baik untuk kelompok selalu baik juga untuk diri sendiri. Dalam kerjasama kita perlu bertanggung jawab atas diri sendiri dam kebutuhan pribadi. Kita pemimpin perlu siap – siap diri agar mampu mempergunakan strategi dan cara – cara untuk menyelesaikan ketegangan yang memungkinkan kebutuhan pribadi dan kelompok terpenuhi.
Ketegangan dapat dihindari. Mengatasi ketegangan dengan cara menghindari itu dapat berhasil, jika masalahya sepele atau jelas – jelas muncul dari kepentingan pribadi yang dapat ditangkap batangnya. Tetapi kalau perkaranya serius dan tidak jelas ada perjuangan memenangkan kepentingan pribadi, cara pemecahan ketegangan itu malah membuat makin parah dan meluas. Karena para anggota kelompok dipaksa untuk memegang pendapat tanpa dibekali informasi secukupnya. Mereka berpegang pada pemecahan masalah yang dirumuskan sendiri tanpa dibantu untuk mengerti masalah sebenarnya.
Ketegangan dapat diredakan. Cara pemecahan ketegangan ini dilakukan dengan memberi waktu dan membiarkan suasana reda, sambil menunggu kesempatan untuk dapat memecahkan masalah dengan tenang dan rasional. Cara ini dapat berguna, dan kadang – kadang perlu. Cara ini dapat mengambil bentuk usaha untuk menyelesaikan masalah – masalah kecil dengan menghindari soal – soal besar, atau membuat perkara menjadi kabur dan tampak tidak terpecahkan. Pada umumnya, pada akhirnya, baik mengatasi ketegangan dengan menghindari maupun dengan meredakan, membawa orang ke krisis. Ketegangan yang tidak diolah melahirkan ketidakpercayaan, musuh paling besar bagi kehidupan kelompok, dan menggejala pada rasa tidak enak, kecurigaan dan salah faham yang menyebar luas. Apabila ketegangan muncul ke permukaan, kerap destruktif. Tanggung jawab kita, pemimpin, adalah membantu munculnya ketegangan itu dengan cara konstruktif, mempergunakan perbedaan sebagai kesempatan belajar bagi para anggota dan meningkatkan produktivitas kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan proses kerukunan, reconciliation.
Ketegangan dapat dirukunkan. Cara mengatasi konflik ini merupakan suatu proses yang mempergunakan 4 (empat) kecakapan : diagnosis, inisiatif, mendengarkan dan pemecahan masalah.
Diagnosis mencari macam ketegangan yang muncul : apa yang menjadi pokok ketegangan; bagaimana informasi, kebiasaan, ajaran, hukum yang berhubungan dengan pokok itu; apakah pernah terjadi ketegangan semacam itu dan bagaimana dipecahkan? Hal yang paling sulit untuk dibuat diagnosis, dan dengan demikian sulit dipecahkan, adalah ketegangan karena nilai – nilai religius. Karena tidak selalu jelas informasinya. Sedang ketegangan yang berakar pada hal yang jelas, pada umumnya informasi mudah dikumpulkan, dan dengan demikian mudah dipecahkan.
Inisiatif merupakan kecakapan untuk mengambil langkah pertama untuk kerukunan : kapan dan bagaimana cara mendekati orang dan kelompok yang terlibat. Pendekatan itu kadang – kadang dapat diawali dengan mengatakan akibat – akibat yang dirasakan sendirikarena terjadi nya ketegangan. Kadang – kadang dengan mengatakan bahwa ada masalah yang perlu dihadapi kelompok. Untuk itu kita, pemimpin, perlu mengangkap terlebih dulu keseriusan ketegangan sampai perlu diselesaikan dalam, kemampuan kelompok menyelesaikan ketegangan dan kesiapan kelompok untuk mulai bertindak untuk menyelesaikan ketegangan itu. Kita pemimpin harus siap untuk mengikuti proses yang akan dilewati kelompok untuk menyelesaikan masalah dan mengambil tindakan yang sesuai.
Mendengarkan adalah kecakapan untuk melihat sudut pandang dengan orang lain, kemampuan mengerti apa yang dikatakan secara verbal dan non – verbal. Jika kita pemimpin mendengar hal yang kita tidak mau mendengar, kita mungkin tergoda untuk menjawab dengan nada mengancam atau dengan sikap berpendirian keras. Hal ini malah akan menghambat atau menghalangi usaha menuju ke kerukunan. Terutama pada saat tahap awal penyelesaian ketegangan, semua pihak harus bersikap reflektif, mencari kejelasan tentang apa yang dikatakan pihak lain, sehingga mereka merasa dimengerti dan mengerti. Pada tahap penyelesaian masalah itu harus diusahakan agar tercipta situasi menang - menang dan dicegah segala pandangan dan sikap yang membatasi pendengaran masing – masing. Pada waktu semua pihak puas karena merasa bahwa pandangan mereka tentang hal yang menjadi sumber ketegangan itu ditangkap dengan baik, unsure – unsure lain dapat diutarakan, tetapi selalu dengan cara dan dalam nada tidak mengadili. Cara ini kerap meredakan sikap mau membela dan mempertahankan diri serta menumbuhkan penghargaan terhadap unsur – unsur lain yang tersangkut dalam masaklah yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya.
Pemecahan masalah merupakan proses untuk mencapai kerukunan, sekaligus merupakan juga kecakapan. Namun kecakapan untuk memecahkan masalah itu lebih mempunyai kerangka daripada kecakapan untuk diagnosis, inisiatif, dan mendengarkan. Salah satu kerangka pemecahan masalah atau sering juga disebut pengambilan keputusan, mempunyai tiga langkah.
Langkah pertama dalam pemecahan masalah adalah merumuskan masalah. Kita kerap terlalu cepat mencari pemecahan masalah, padahal masalah itu belum dirumuskan dengan baik. Cara ini membuat masalah menjadi berlarut – larut dan tak kunjung terpecahkan. Jika kita belum sepakat mengenai masalahnya, dapat saja kita membuat pemecahan masalah, tetapi masalah yang dipecahkan itu bukan masalah yang sebenarnya. Dalam setiap masalahterkandung seribu masalah. Kita perlu mengambil langkah untuk menemukan masalah sebenarnya, agar supaya kita dapat memecahkannya. Pada tahap perumusan masalah itu, pihak – pihak yang ada dalam ketegangan diajak untuk saling mengungkapkan apa masalah sebenarnya menurut pandangan mereka. Pandangan tentang masalah itu diungkapkan sebaiknya tidak langsung diolah untuk mencari consensus tentang masalah. Sesudah saling bertukar pandangan tentang hal yang menjadi masalah, semua pihak diajak untuk maju membicarakan factor – factor yang menjadi latar belakang masalah itu. Sesudah seluruh latar belakang masalah digali, semua pihak diajak untuk merumuskan masalah dan mendapatkan konsensus. Untuk merumuskan dan mendapatkan consensus tentang masalah itu, kalau jumlah orang – orang yang terlibat dalam ketegangan besar, perlu dilakukan dalam dalam dua tahap. Pertama dalam kelompok – kelompok kecil. Baru kemudian dalam seluruh kelompok. Pembicaraan dalam kelompok kecil memberi kesempatan kepada semua pendapat dapat diungkapkan dan didengarkan. Rumusan – rumusan masalah yang sudah disetujui dalam kelompok kecil itu, kemudian diungkapkan dihadapan seluruh kelompok dan diolah bersama untuk mencapai konsensus.
Langkah berikutnya, sesudah tercapai konsensus mengenai rumusan masalah para anggota diminta untuk kembali ke kelompok masing – masing. Dalam kelompok para anggota mengumpulkan cara – cara untuk memecahkan yang mungkin. Semua cara pemecahan masalah itu kemudian dinilai satu per satu, untuk akhir nya dipilih salah satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik.
Langkah ketiga, langkah terakhir dalam pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan. Pemecahan masalah yang sudah ditemukan oleh semua kelompok kecil itu, kemudian dibawa ke dalam pembicaraan kelompok besar. Kelompok besar menilai masing – masing cara pemecahan itu, dengan mempertimbangkan pro – kontra, atau untung ruginya. Akhirnya dengan atau tanpa menggabungkancara – cara pemecahan, yang ditemukan oleh kelompok – kelompok kecil diambil dua – tiga pemecahan masalah untuk disetujui bersama. Dari dua – tiga pemecahan masalah dipilih satu cara untuk dilaksanakan. Mengambil satu cara pemecahan masalah dari dua – tiga cara pemecahan masalah itulah yang disebut pengambilan keputusan.
Perlu diperhatikan bahwa dalam proses pemecahan masalah itu semua anggota kelompok harus bersedia menjalankan fungsi menjaga kekompakan, relationship function, dan fungsi penyelesaian tugas, task function. Semua orang yang terlibat dalam ketegangan perlu bersikap mau membantu penyelesaian masalah, bersedia menyampaikan fakta, data dan informasi yag perlu untuk menyelesaikan masalah, mau membantu proses pembicaraan, sehingga tata tertib proses pembicaraan itu ditaati, dan rela menyesuaikan diri dan mengalah jika diperlukan. Tanpa keterlibatan para anggota untuk ikut bertanggung jawab atas penyelesaian masalah itu, usaha pemimpin untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan bakat dan kemampuan para anggota dapat menjadi pengalaman yang menyiksa.
Mutu penyelesaian ketegangan diukur dari kecepatan pelaksanaannya. Karena semua anggota sudah ikut menyumbang dalam menemukan cara pemecahan masalah dan berkepentingan atas suksesnya pemecahan masalah itu. Penyelesaian ketegangan yang berat sebelah, mungkin dapat dicapai dengan cepat. Tetapi pelaksanaan penyelesaian ketegangan dapat menjadi lebih lama. Sebab perlu dibuat usaha untuk meyakinkan pihak yang tidak sepenuhnya menyetujui cara penyelesaian ketegangan itu. Penggunaan kekuasaan untuk memecahkan masalah jarang berhasil. Cara itu bahkan kerap meruncing dan menambah jumlah ketegangan.
Cara penyelesaian ketegangan seperti diuraikan diatas menuntut agar kita, pemimpin, memiliki banyak kecakapan dan belajar menghargai proses kerja manusiawi yang melibatkan budi, hati, kehendak, emosi dan membutuhkan waktu. Kalau kita, pemimpin, mampu memimpin penyelesaian ketegangan dengan cara itu, dia tidak hanya menyelesaikan ketegangan, tetapi juga membangun kelompok. Karena dengan cara itu para anggota menjadi saling lebih mengenal dan terbina kesatuan hati dan budi antar mereka.

Tidak ada komentar: